Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Data Gunung Slamet

Gunung Slamet

Puncak Slamet 3428Mdpl merupakan puncak tertinggi di Jawa Tengah. Salah satu atribut dari 3S yaitu Sumbing, Sindoro, dan Slamet ini terletak di 3 Kabupaten di Jawa Tengah, yaiitu Purbalingga, Baturraden, dan Purwokerto. Gunung Slamet memiliki dua jalur pendakian, yaitu jalur Bambangan dan Guci. Jalur Bambangan terletak di Kabupaten Purbalingga, kurang lebih sekitar satu jam perjalanan dari Kota Purbalingga. Puncak Gunung Slamet berada di koordinat 7°14′30″LS,109°12′30″BT.

Letak Astronomis G. Slamet
Gunung Slamet masuk dalam wilayah tiga kabupaten di jawa tengah, yaitu kabupaten Purbalingga, Brebes dan Banjarnegara. Tepatnya di sebelah Barat kota Purbalingga dan  sebelah Utara kota Purwokerto pada posisi geografis 7°14,30′ LS dan 109°12,30′ BT. Ketinggian Gunung ini mencapai 3432 m dpl dan termasuk gunung berapi tertinggi di Jawa. Ada 4 buah kawah aktif yang terletak di puncaknya, karenanya dianjurkan untuk mendaki puncak sebelum pukul 10 pagi untuk menghindari adanya gas beracun dari kawah.  Dari puncak dapat terlihat gunung-gunung lainnya di jawa tengah seperti gunung Sumbing dan Sindoro. Biasanya para pendaki, selain mendaki gunung Slamet mereka juga mendaki gunung Sumbing dan Sindoro dan biasa disingkat triple S (Sindoro, Sumbing, Slamet), karena letak ketiga gunung yang berdekatan.

Sulit menemukan sumber air di sepanjang rute pendakian, terutama pada musim kemarau. Karena itu sebaiknya jangan lupa membawa persediaan air untuk pendakian. Pada bulan-bulan tertentu cuaca di gunung ini sangat ekstrim dan seringkali terjadi badai pada puncaknya, suhu udara turun dengan drastis untuk mengantisipasinya jangan lupa membawa baju hangat, jas hujan dan kantung tidur agar tidak terkena hipotermia. Sebagian jalur pendakian amat curam dan pada musim hujan jalur pendakian menjadi semakin berat karena jalur tersebut terisi oleh air.
Sebagian masyarakat jawa percaya bahwa gunung slamet adalah pusat dari pulau Jawa. Mereka juga menyebut gunung ini dengan nama gunung Lanang (Gunung laki-laki).  Bahkan mereka juga percaya bahwa gunung ini adalah gunung yang angker, yang banyak didiami oleh mahluk halus.  Terlepas dari mitos dan kepercayaan yang ada, gunung ini merupakan gunung yang indah, terutama di Pelawangan yaitu daerah sebelum puncak. Sayangnya kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2002, membakar habis pohon-pohon di sana.



JALUR G. SLAMET
Jalur Bambangan
Untuk menuju Bambangan (1.470 m.dpl), dari Purwokerto kita naik Bis ke jurusan Bobotsari Kabupaten Purbalingga. Di Bobotsari kita sebaiknya melengkapi perbekalan yang masih diperlukan, dan disini tersedia fasilitas Telpon Interlokal(WARTEL). Dari terminal Bobotsari naik Primkodes (minibus) menuju Pasar Priatin di Desa Kutabawa Kecamatan Karangrejo. Dari Priatin kita berjalan sejauh 2,5 km menuju dusun Bambangan, karena hanya sesekali saja daa truk pengangkut yang melewati jalan tanah yang lembek dan berbatu ini. Kita juga bisa turun di Dukuh Penjagan (Serang), 2 km sebelum Priatin dan berjalan ke Bambangan sejauh 2,5 km melewati perladangan. Bila kita dari arah Pemalang, kita naik Bis jurusan Purwokerto, turun di Karangrejo, pertigaan ke Goa Lawa, dan naik minibus sejauh 7 km ke Priatin.
Dusun Bambangan merupakan hunian terakhir menuju Gunung Slamet, disini kita harus mengisi persediaan air, karena sepanjang pendakian, sulit ditemui mata air, terutama dimusim kemarau. Dusun Bambangan dihuni oleh kira-kira 900 penduduk, yang mengandalkan kehidupannya dengan bercocok tanam sayuran.
Di batas Kampung Bambangan, kita akan menjumpai Pondok Pemuda, sebuah gedung yang besar dan cukup megah yang dibangun Pemerintah Daerah Purbalingga untuk para pendaki. Setelah melapor ke Pak Mucheri, pendakian dimulai dari Pondok Pemuda, dimana ada jalan bercabang, yang kekanan merupakan jalur lama, kita bisa mengambil jalan yang lurus, karena rute yang baru ini lebih pendek.
Setelah perladangan kita akan memasuki kawasan Hutan PERHUTANI, dimana kita akan jumpai sebuah tempat berlindung (Shelter). Dari sini kita mendaki selama 0,5 Km dan akan melewati tempat yang disebut Pondok Gembirung (2.250 m.dpl) yang merupakan hutan alam, yang banyak ditumbuhi Pohon Gembirung. Dari sini sejauh 0,5 Km akan dijumpai Pondok Walang (2.500 m.dpl), berjalan lagi sejauh 0,5 Km kita akan menemui Pondok Cemara yang disekitarnya banyak ditumbuhi pepohonan Cemara.
Dari Pondok Cemara kita terus mendaki sejauh 1,5 Km menuju Pondok Samanrantu (2.900 m.dpl) disini ada pondok peristirahatan sederhana. Diperlukan waktu 4-5 jam untuk mencapai Samarantu dari Bambangan, dan 2 jam lagi untuk mencapai Puncak. Dari Samanrantu perjalanan diteruskan sejauh 0,3 km menuju Samyang Rangkah yang dimusim hujan ada mata air, berjalan sejauh 0,6 km lagi melewati Samyang Kendit dan Samyang Jampang (2.950 m.dpl) kita akan sampai di Samyang Ketebonan (3.000 m.dpl). Di Samyang Jampang banyak ditumbuhi bunga Edelweis yang sekarang nyaris punah, dan kita bisa menyaksikan matahari terbit dari tempat ini. Kita terus naik ke Plawangan (3.250 m.dpl) yang merupakan perbatasan hutan dan daerah berbatu. Menuju puncak Gunung Slamet masih dibutuhkan waktu 1 jam lagi, melewati batu-batu lahar yang amat sukar, berupa batu lepas dan tajam, kita harus lebih waspada di daerah ini.
Setelah tiba di puncak akan terlihat hamparan padang lahar yang luas dan menakjubkan. Kita juga dapat menyaksikan pemandangan yang menakjubkan ke arah kawah-kawah yang masih aktif, yang dinamakan Segoro Warian dan Segoro Wedi. Di puncak Gunung Slamet kita juga dapat menyaksikan panorama yang indah kearah puncak-puncak Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Ciremai juga kearah kota Tegal, Purwokerto, Brebes, dan di kaki langit membentang Samudra Hindia dan Laut Jawa. Untuk memantau kondisi vulkanisnya, Puncak Gunung Slamet dilengkapi pemantau gempa yang datanya ditransmisikan lewat pemancar radio dengan menara antena setinggi 18 meter.
Pendakian dari Bambangan menuju puncak Gunung Slamet ini memerlukan waktu sekitar 8 jam, sedangkan untuk turun dibutuhkan waktu sekitar 4 jam. Setelah pendakian kita bisa pergi ke Baturaden yang merupakan kawasan wisata, dimana tersedia banyak hotel dan penginapan dan fasilitas wisata lainnya. Di Baturaden kita dapat menikmati panorama lereng Gunung Slamet dengan amat indah, mandi air pnas dan berenang dengan biaya murah.
Jalur Utara via Gambuhan
Jalur utara ini kurang populer dibandingkan jalur Bambangan tetapi jalur ini sering di gunakan oleh petugas Vulkanologi untuk menuju kawah Gunung Slamet. Desa Gambuhan (1.000 m.dpl) lebih mudah dicapai dari arah Tegal. Dari Tegal kita naik Bus jurusan Moga (540 m.dpl) sejauh 64 Km lewat Pemalang. Dari Moga kita naik minibus ke Desa Gambuhan. Gambuhan dapat juga dicapai lewat Toewel. Dari Tegal dengan minibus kita menuju Toewel (850 m.dpl) lewat Bojong. Dari Toewel kita ganti minibus lagi ke Gambuhan.
Sebaiknya logistik telah dipersiapkan di Toewel atau di Moga. Fasilitas Telpon Interlokal (Wartel) tersedia di Moga dan di Toewel. Dari Desa Gambuhan kita berjalan atau naik ojek ke Pos Vulkanologi yang jaraknya 700 meter, untuk mencatatkan diri dan meminta informasi tentang kondisi Gunung Slamet dan jalur pendakiannya. Disini kita bisa menemui Kepala Pos Vulkanologi, yang dapat membantu kita pemanduan dan penginapan. Dari Pos Vulkanologi kita meneruskan perjalanan ke Dusun Karang Sari, Desa Jurangmangu melintasi jalan desa selama 0,5 jam perjalanan atau dengan ojek selama 10 menit saja. Mobil hanya bisa mencapai Pos Vulkanologi saja, dan sementara kita mendaki mobil dapat diparkir di sini.
Pendakian kita mulai dari Dusun Karang Sari (1.050 m. dpl) ini, melewati Hutan Pinus menuju Pondok Buncis selama 0,5 jam, disini kita bisa beristirahat dan mengambil air. Dari Pondok Buncis perjalanan memasuki hutan alam dan Cemara, melewati Pondok Gribig (1.750 m.dpl), selama 1 jam perjalanan. Selanjutnya perjalanan diteruskan selama 1,5 jam ke Pondok Pakis (2.200 m.dpl). Jalan semakin menanjak, dan kita akan sampai di Penatus (2.350 m.dpl), setelah perjalanan selama 1 jam dan diperlukan 1,5 jam lagi untuk mencapai Pondok Gua (3.000 m.dpl).
Perjalanan 1 jam dari Pondok Gua kita sampai di batas pasir sisa letusan yang dinamakan Samyang Wenang (3.200 m.dpl), melalui rerumputan dan vegetasi bunga Edelweis Jawa. Perjalanan akan melintasi medan yang semakin curam, berpasir dan berbatu lepas, yang mengharuskan kita berhati-hati. Setelah perjalanan 1,5 jam kita sampai di gigir Kawah (3.400 m.dpl). Diperlukan 0,5 jam lagi untuk menuju Puncak Gunung Slamet yang terletak diakhir jalur Bambangan, sedangkan total perjalanan ke puncak 7-8 jam. Untuk kembali ke Gambuhan diperlukan waktu 4-5 jam.


C A T A T A N
Masalah air perlu mendapat perhatian ekstra, karena di musim kemarau di Bambangan kadang sulit mendapat air bersih dan sepanjang perjalanan ke puncak sudah tidak ada lagi mata air sedangkan di jalur Gambuhan sebaiknya air kita siapkan di Desa Jurangmangu.

Perijinan, Pemanduan & Keadaan Darurat
Jika ingin mendaki Gunung Slamet terlebih dahulu kita meminta ijin di Perum PERHUTANI Banyumas Timur, Jl. Gatot Subroto 92, Purwokerto (Telp. 0281-96108) dan Polisi setempat (Polsek Serang). Kita juga harus mendapat Rekomendasi dari Dinas Sosial Politik (Ditsospol) Kabupaten Banyumas. Dan di Bambangan kita harus laporkan pendakian kita ke Kepala Dusun, Pak Mucheri, yang juga seorang pemandu gunung yang tangguh.

Jalur Via Guci
pintu gerbang Obyek wisata Guci yang berada pada ketinggian 1120 mdpl. Pintu gerbang Obyek wisata Guci   yang berupa gapura ini , adalah juga merupakan pintu gerbang ke air terjun. Letak air terjun ini ada di sebelah sebuah jembatan  dan perjalanan kami menuju Gerbang Pendakian Guci 1277 mdpl . Berikut Rute Pendakian Kami.

Gerbang Pendakian Guci 1277 mdpl – Pos Pinus ( Pos I ) 1185 mdpl.
Dari gerbang jalur pendakian relatif landai, melewati pinggir hutan pinus, dan setelah mengikuti jalan setapak kemudian akan bertemu dengan jalan berbatu bekas jalan aspal yang sudah rusak milik perkebunan pinus. Pos I berada sedikit masuk ke dalam hutan Pinus. Waktu tempuh dari Gerbang hingga ke Pos I ini kurang lebih 1 jam.

Pos I – Pos Pondok Cemara (Pos II)  1951 mdpl.
Setelah melewati Pos I keadaan jalan setapak mulai menanjak dan mulai banyak terdapat pohon yang berlumut. Sedangkan waktu yang kami tempuhnya 1 jam 55 menit.
Pos II – Pos Pondok Pasang ( Pos III ) 2129 mdpl.
Kondisi jalan setapaknya relatif landai dan waktu yang kami tempuh dari Pos II ke Pos III kurang lebih 50 menit.
Pos III – Pos Pondok Kemaktus ( Pos IV ) 2578 mdpl
Jalur dari pos III menuju Pos IV ini lebih berat dari pada jalur lainnya ( dari pos I hingga Pos V ). Dijalur ini, banyak pohon perdu setinggi manusia ( arbei ). Jika memulai pendakian dipagi hari, maka istirahat makan siang dapat dilakukan disini. Dan juga di daerah Pos IV ini ramai dihiasi oleh suara burung. Waktu tempuh dari Pos III ke Pos IV adalah kurang lebih sekitar 2 jam 10 Menit.
Pos IV – Pos Pondok Cantigi ( Pos V ) 2852 mdpl.
Jalur pendakian mulai banyak ditemui pohon tumbang dan sebelum mencapai Pos V, akan ada sebuah pos yang dikenal dengan sebutan Pos Edelweiss yang berada pada ketinggian 2570 mdpl, dan waktu tempuh hingga Pondok Edelweis ini adalah kurang lebih sekitar 1 jam 26 menit. Selepas dari pondok edelweis keadaan jalan setapak mulai banyak debu vukanisnya. Dari Pondok edelweis hingga ke Pos V akan memakan waktu kurang lebih 50 menit.
Pondok Cantigi (Pos V) – Bibir kawah sebelah barat laut (Puncak Guci) 3205 mdpl.
Plawangan guci hari itu diselimuti kabut tebal dan terlihat menyeramkan,angin mendesau dari bawah kami,membuat kami kedinginan. Cuaca saat itu sangat tidak bisa diprediksi,terkadang angin tenang,tetapi tiba-tiba menjadi ganas.. kami sudah down melihat kondisi alam yang seperti itu,tetapi kami memiliki tekad yang kuat,bahwa kami akan sampai puncak gunung ini. Meski badai menghempas kami.
Mendekati bibir kawah, haruslah berhati – hati karena jalannya melewati tanah berpasir halus dan berasap belerang. Terkadang tanah tersebut terasa hangat. Resiko keracunan belerang bisa saja terjadi. Jadi ada baiknya menyiapkan masker, dan berjalan cepat dan tegak, untuk mengurangi resiko. Karena belerang lebih berat dari udara dan berada di dekat tanah.
Puncak Guci Dalam Kondisi Badai
Waktu tempuh dari Pos V hingga bibir kawah ini sekitar 2 jam.
Jalur Pendakian Kaliwadas
Kaliwadas merupakan sebuah dusun yang berketinggian 1850 mdpi dan masuk wilayah Desa Dawehan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, atau tepatnya berada pada barat daya lereng Gunung Slamet. Untuk menuju Kaliwadas dapat ditempuh dari kota Bumiayu menuju Pangasinan dengan menggunakan Angkutan Pedesaan jenis Colt yang memakan waktu 2 jam. Setiba di Pasar Pangasinan, perjalanan dilanjutkan menuju Kaliwadas dengan menggunakan Jeep Hardtop atau menggunakan angkutan umum jenis kendaraan terbuka yang beroperasi hingga pukul 18.00 wib. Pendaki dapat menyiapkan segala perbekalan dan perizinan dari Kaliwadas ini. Kira - kira 300 m selepas jalan desa, pendaki diarahkan menuju jalan setapak. Satu jam kemudian pendaki akan melewati Tuk Suci yang oleh penduduk setempat diartikan sebagai mata air suci. Di Tuk Suci ini terdapat aliran air yang dibendung, yang berfungsi sebagai pengairan desa di bawahnya. Selepas Tuk Suci, medan mulai menanjak menembus lorong-lorong tumbuhan Bambu yang berukuran kecil. Penduduk sekitar menyebutnya Pringgodani. Enam puluh menit kemudian pendaki akan tiba di pondok Growong. Pondok Growong merupakan tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Di sekitar area ini banyak ditemukan pohon besar yang di bawahnya terdapat lubang berukuran cukup besar. Selepas pondok Growong lintasan relatif datar sampai pada sebuah jembatan kecil yang bemama taman Wlingi, yang berada di ketinggian 1953 mdpl. Di daerah ini terdapat persimpangan, lintasan yang lurus dan lebar menuju ke Sumur Penganten. Berjarak 500 m dari area terdapat sumber air, yang juga merupakan sebuah tempat keramat di mana banyak peziarah yang datang untuk meminta berkah. Jalur ke kiri merupakan lintasan yang menuju ke puncak. Keadaan lintasan semakin menanjak. Di sepanjang lintasan mulai banyak dijumpai pohon tumbang dan pohon penyengat. Lintasan kadang tertutup oleh semak belukar sehingga pendaki harus waspada agar tidak tersesat. Lintasan mulai kembali melebar ketika pendaki melewati persimpangan Igir Manis yang berada di ketinggian 2600 mdpl. Di sekitar area ini akan didapati tetumbuhan Adelweiss dan tetumbuhan Arbei. Setelah itu pendaki akan sampai di Igir Tjowek yang berada di ketinggian 2750 mdpl. Daerah ini masuk kawasan Gunung Malang. Di sini terjadi pertemuan jalaur ini dengan jalur Baturaden. Beberapa meter kemudian barulah pendaki tiba di Plawangan. Plawangan merupakan sebuah tanah yang cukup datar di daerah terbuka, sekaligus merupakan batas vegetasi. Untuk menuju puncak dibutuhkan waktu kira-kira 2 jam. Pendaki dapat berangkat pagi agar dapat menikmati keadaan puncak dan sekitamya dalam keadaan cuaca cerah. Selepas Plawangan lintasan semakin tajam hingga mencapai sudut pendakian 60. Selanjutnya keadaan lintasan semakfn parah dengan medan bebatuan vulkanik yang mudah longsor. Bau belerang terasa menyengat dari kawah ketika pendaki tiba di puncak bayangan. Setiba di daerah ini, pendaki tinggal melipir pada gigir kawah menuju arah timur. Setelah melewati Tugu Surono yang berupa tumpukan batu, pendaki akan sampai di puncak tertinggi  Gunung Slamet yang ditandai dengan patok triangulasi dan tower. Dulu tempat ini juga digunakan sebagai pemantauan aktivitas gunung api ini. Di puncak tertinggi kedua se-Jawa ini pendaki dapat menyaksikan pemandangan pada arah timur. Tampak beberapa puncak seperti Gunung Sumbing, Sundoro, Merbabu, Merapi, dan puncak Ciremai di arah barat. Semuanya berdiri kokoh sekan-akan menjadi pasak bumi Pulau Jawa.
Jalur Pendakian Baturaden
  • Start – Pos 1
Kordinat Titik Start adalah 109o13’04’’E, 07o18’05’’S. Titik Start berupa tempat yang datar dan lapang  yang biasa untuk berkemah di kanan jalan menuju arah Pancuran Pitu yang dilanjutkan dengan jalan setapak memasuki hutan damar. Medan dari Titik Start  menuju Pos 1 berupa jalan setapak tanah yang landai. Hutan berupa hutan homogen pohon damar yang dikelola oleh KPH Banyumas. Banyak terdapat tempat datar untuk mendirikan tenda di sepanjang perjalanan menuju Pos 1. Tepat sebelum  Pos 1 kita akan melewati sungai kecil dan dilanjutkan tanjakan terjal dengan batuan yang licin. Setelah tanjakan tersebut kita sampai di Pos 1. Pos 1 berupa tempat datar dengan pohon–pohon besar yang membuat suasananya menjadi teduh. Tidak begitu luas, kira–kira hanya cukup untuk 2 tenda dengan ukuran 4 orang.  Sumber air di Pos 1 ini adalah sungai musiman yang kita temui sebelum Pos 1 tadi, tetapi ketika kemarau panjang sungai tersebut kemungkinan kering. Perjalanan dari Titik Start hingga Pos 1 memakan waktu kira–kira 1 jam.
  • Pos 1 – Pos 2
Perjalanan menuju Pos 2 diawali dengan tanjakan yang masih berupa jalan setapak tanah. Secara umum medan masih cukup landai dan bersahabat namun sesekali kita akan menemui tanjakan–tajakan ringan di sepanjang perjalanan. Setelah Pos 1 vegetasi mulai berubah menjadi hutan heterogen bersemak. Akar-akar pohon yang banyak terdapat di sepanjang jalan membentuk tangga alami memudahkan kita untuk melewati tanjakan–tanjakan namun kadang menyulitkan karena sering juga membuat kaki tersangkut. Di jalur ini mulai banyak ditemui pohon–pohon tumbang yang menghalangi jalan. Setelah sekitar 2,5 jam  perjalanan sampailah kita di Pos 2. Pos 2 terletak di koordinat 109o12’29’’E, 07o17’18’’S. Pos 2 ini berupa tempat datar yang lapang. Pos 2 ini kira–kira memuat  3-4 tenda  ukuran 4 orang ditandai dengan pohon tumbang yang menghalangi jalan masuknya. Di Pos 2 terdapat sumber air berupa sungai yang cukup bisa diandalkan walaupun sedang musim kemarau. Untuk menuju sungai tersebut, kita mengambil jalan turunan pada percabangan tepat setelah Pos 2. Di situ terdapat sungai yang lumayan besar. Pada musim kemarau sungai tersebut hanya berupa genangan air kotor sehingga harus disaring dan dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
  • Pos 2 – Pos 3

Pos 2, Terlihat Ada Pohon Tumbang di Jalan Masuknya
Dari Pos 2 menuju Pos 3 tidak terlalu jauh, kira–kira hanya memakan waktu sekitar 1 jam. Medan berupa jalan tanah setapak yang menanjak dengan vegetasi masih berupa hutan heterogen bersemak. Pos 3 terletak di kordinat 109o12’23’’E, 07o16’50’’S ditandai dengan adanya tugu triangulasi yang menunjukkan  ketinggian 1664 mdpl. Pos 3 tidak terlalu luas, kira-kira hanya bisa untuk 2 tenda ukuran 4 orang.
  • Pos 3 – Pos 4
Pos 3, Terlihat Triangulasi Penunjuk Ketinggian
Setelah Pos 3 medan mulai konsisten menanjak terjal. Jalan yang dilalui masih berupa jalan setapak dengan vegetasi berupa hutan heterogen bersemak. Dalam perjalanan ke Pos 4 ini tangga–tangga akar pohon mulai terasa sangat berguna seiring dengan medan yang semakin menanjak. Di sepanjang perjalanan terdapat beberapa tempat datar yang di sebut pos bayangan yang cukup untuk 1 – 2 tenda dan  sangat berguna karena jarak Pos 3 ke Pos 4 lumayan lama yaitu sekitar 3 – 4 jam. Pos 4 sendiri terletak di kordinat 109o12’03’’E, 07o15’55’’S. Di Pos 4 ini mempunyai dua bagian terpisah oleh semak belukar, bagian depan hanya bisa untuk mendirikan 2 – 3 tenda, sedangkan bagian belakang di utara bagian depan bisa untuk mendirikan 3 – 4 tenda dengan suasana lebih teduh dan lembab.



  • Pos 4 – Pos 5 (Plawangan)
Pos 4
Jalur menuju Pos 5 berupa jalan tanjakan menuju sebuah puncakan. Susana pendakian yang mulanya selalu teduh mulai terasa panas karena  pohon-pohon besar sudah mulai jarang dan berganti dengan cantigi. Vegetasi mulai didominasi oleh semak belukar sehingga sering kita harus bersusah payah melewati jalur berupa terowongan–terowongan semak belukar. Mendekati puncakan jalan semakin menanjak. Di puncakan inilah pertemuan jalur Baturaden dengan Kaliwadas. Dari sini arah pendakian yang mulanya ke utara berubah menjadi ke timur dan medan yang akan dilalui menjadi lebih datar bahkan menjadi turunan. Daerah di sepanjang jalan menuju Pos 5 ini merupakan daerah rawan kebakaran, bisa dilihat dari banyaknya bekas kebakaran yang kita temui. Setelah berjalan sekitar 3 jam dari Pos 4 kita akan sampai di Pos 5. Pos 5 berupa dataran bertingkat dengan beberapa pohon besar di sekitarnya. Keberadaan pohon–pohon ini melindungi Pos 5 dari terpaan angin secara langsung sehingga membuatnya menjadi tempat bermalam yang cukup aman. Terdapat tempat yang cukup luas untuk mendirikan beberapa tenda di sini. Dari Pos 5 ini kita bisa melihat dengan jelas medan yang akan kita lewati menuju puncak Gunung Slamet. Pos 5 merupakan batas vegetasi. Letak kordinat Pos 5 adalah 1109o12’26’’E, 07o14’55’’S dan di sinilah para pendaki biasa meninggalkan barang bawaannya sebelum menuju puncak jika pulangnya akan kembali ke jalur Baturaden atau Jalur Kaliwadas.
  • Pos 5 (Plawangan) – Puncak
Puncak Slamet, Terlihat Gunung Sundoro dan Sumbing di Kejauhan
Jalur dari Pos 5 menuju puncak berupa tanjakan batu yang terjal. Perjalanan menuju puncak sangatlah kering karena bisa dibilang dari Pos 5 menuju puncak sudah tidak ada lagi tanaman. Medan berupa batu–batuan lepas dengan jalur yang kurang jelas. Awalnya kita harus mengambil tepat di tengah punggungan kemudian setelah sampai di bibir kawah jalur akan melipir ke arah kanan menuju puncak Gunung Slamet dengan ketinggian 3432 mdpl. Para pendaki diharapkan tidak terlalu lama di puncak karena adanya bau belerang yang cukup menyengat dari gunung berapi yang masih aktif ini. Puncak Gunung Slamet ditandai dengan tugu tumpukan batu. Perjalanan dari Pos 5 menuju puncak bisa ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam.
Jalur Via Kaligua
Pendakian yang kami lakukan pada tanggal 16 – 17 Agustus 2008  melalui jalur Kaligua, yang selama ini jarang/hampir tak pernah dilalui oleh pendaki-pendaki gunung pada umumnya, membuka pikiran kami betapa indahnya jalur yang kami lalui dan betapa besar potensi potensi wisata daerah Brebes khususnya bagian Selatan apabila Pemerintah Daerah Brebes bias mempromosikannya dengan menjadikan jalur wisata Kaligua menjadi jalur resmi akses pendakian ke Gunung Slamet untuk lereng barat.
Kurang dikenalnya jalur ini disebabkan banyak faktor yang menyertai, misalnya sarana dan prasarana transportasi yang kurang memadai/sulit untuk bisa sampai di lokasi wisata/basecamp pendakian, yang disebabkan karena kondisi jalan yang jelek sehingga promosi wisata yang sudah pernah dilakukanpun seolah-olah kurang menyedot pengunjung/wisatawan untuk datang.
      Potensi wisata yang ada pada jalur pendakian Gunung Slamet lewat jalur wisata Kaligua sangat besar dan tergolong langka/tiada duanya didaerah manapun, antara lain: Telaga Ranjeng dengan ikan lelenya, Agro Wisata (perkebunan teh) Kaligua, Gardu Pandang Puncak Sakub dan yang masih belum tersentuh dan jarang dikunjungi orang seperti Hamparan Taman Wlingi, Taman Suket, Taman Krinyu, Taman Dringo lalu Sumur Penganten, yang semua itu berada ditengah hutan rimba pada jalur pendakian dan terletak tidak jauh dari Puncak Sakub.

a.    Telaga Ranjeng
      Telaga ini terletak pada ketinggian ± 1.000 m dpl dengan luas ±     Ha., memanjang ke Utara kemudian berbelok ke Timur membentuk huruf L dengan sisi kiri kanannya dikelilingi bukit yang tinggi dengan tumbuhan (flora) yang masih asli, kecuali pada sisi ujung selatan yang hanya dibatasi jalan raya di pinggir tebing vertikal yang curam dan dalam.

Telaga Ranjeng pada sore hari
Keunikan telaga alam ini adalah di samping  kontur alamnya yang unik, flora dan fauna masih terjaga keasliannya. Salah satu yang terkenal dengan telaga ini adalah “Taman Ikan Lele” . Dan yang lebih mengagumkan lagi lele yang jumlahnya beribu-ribu itu sangat jinak dengan pengunjung. Setiap pengunjung yang datang bisa memberi makan ikan lele dengan sebuah roti di atas tangan.

b.    Agro Wisata
      Dari obyek wisata telaga ranjeng ke arah Timur berjarak ± 1 km terbentang dataran tinggi yang luas dan berbukit-bukit dengan ketinggian yang berfariasi dari 1.200 M dpl sampai 1.500 M dpl. Hampir seluruh dataran ini ditanami pohon teh, yang sebagian perkebunan rakyat dan sebagian lagi milik PTP IX Kaligua. Tidak hanya itu saja, tanaman sayurpun banyak menghiasi sebagian bukit-bukitnya. Dan dukuh Kaligua sendiri terletak pada dataran yang lebih rendah dari yang lainnya, yaitu sebuah lembah dikelilingi bukit perkebunan teh, sehingga sangat indah bila dilihat dari atas sepanjang perjalanan sebelum memasuki perkampungan Kaligua tersebut.
Di Kaligua terdapat juga pabrik teh peninggalan Belanda yang sampai sekarang masih berproduksi milik PTP IX. Fasilitas yang lain yaitu sarana out bound, villa, ada juga café.

c.    Gua Jepang
      Obyek ini terletak di arah Timur Laut ± 2 km dengan jalan yang masih lebar akan tetapi tidak beraspal melainkan batu yang tertata rapi dan terbiasa untuk lalu lintas truk pengangkut teh. Gua ini terletak di salah satu cerukan bukit dan menembus bukit yang kemudian bermuara di cerukan bukit sebelahnya.
Gua ini dahulu digunakan tentara Jepang untuk tempat persembunyian. Di dalamnya gua ini membentuk sebuah labirin atau jalan yang berliku-liku dan sangat membingungkan. Setiap pengunjung yang ingin masuk harus ditemani oleh penunjuk jalan dengan penerangan sebuah lampu Petromaks. Pengunjung akan dibawa masuk dengan cara merunduk di pintu gua, dan kemudian berjalan seperti biasa setelah di dalam, karena atap di dalam gua lebih tinggi daripada di mulut gua.
Dahulu tembok gua ini masih dipenuhi balok kayu jati disepanjang dinding dan atapnya sebagai penahan runtuh, dan dipaku menggunakan pasak-pasak besi baja . Sangat disayangkan, balok penahan tersebut sudah tidak ada lagi karena di ambil dan dijual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab pada jaman orde baru.

d.    Gardu Pandang Puncak Sakub
      Entah karena apa puncak ini dinamakan sakub. Menurut penduduk setempat, pada jaman dahulu ada orang sakti dan disegani orang yang meninggal dan dikuburkan di bukit tersebut.

Puncak Slamet ilihat dari bukit Sakub
Puncak bukit ini terletak paling ujung arah Timur Laut dan berjarak 3 km dari gua Jepang dan merupakan puncak tertinggi perkebunan teh Kaligua dan sudah berbatasan dengan hutan belantara Gunung Slamet. Bukit ini sangat terbuka dan sangat lepas pemandangannya. Di situ juga terdapat sebuah panggok (gubuk) untuk sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan dari ketinggian melihat gunung Slamet.
Di sebelah utara bukit ini terdapat jurang menganga dengan hutan aslinya. Sebelah Timur berbatasan dengan hutan asli. Sebelah selatan adalah rangkaian puncak bukit tertinggi perkebunan teh yang berbatasan dengan hutan asli. Sebelah barat adalah hamparan perkebunan teh Kaligua.

e.    Jalur Pendakian
      Dari puncak Sakub kita memasuki hutan belantara asli (Alas Tua) lewat gerbang Gringging Bundel yaitu sebuah pohon besar di pintu masuk hutan. Di sini aroma mistis mulai terasa, karena di bawah pohon besar tersebut terdapat sesaji. Katanya setiap orang yang lewat situ harus permisi atau “Kulonuwun” yaitu dengan cara melempar uang receh berapapun di depan sesaji. Kemudian jalan langsung menuruni bukit di tengah hutan dan lima menit kemudian ketika sampai bawah bertemulah sebuah hamparan datar terbuka dengan tumbuhan yang tumbuh secara homogen yaitu tumbuhan Wlingi.

f.    Taman Wlingi
      Hamparan terbuka tersebut dinamakan Taman Wlingi oleh penduduk setempat. Tumbuhan tersebut berdaun lancip mencuat ke atas mirip pohon Nanas dan di pucuk daunnya biasanya tumbuh bunga. Tanaman ini banyak dikenal sebagai bahan pembuat tikar. Di musim penghujan biasanya taman ini tergenang air hingga sampai leher orang dewasa sehingga tidak biasa dilalui.

Taman Wlingi
Setelah melewati taman ini, kemudian kembali masuk hutan belantara dengan medan yang masih datar. Selama kurang lebih setengah jam kemudian hutan kembali sedikit terbuka  dan dijumpailah tumbuhan liar yang oleh orang daerah Brebes dikenal dengan tumbuhan krinyu/kreo. Tumbuhan ini banyak terdapat dipinggir kali atau sungai bahkan di pinggir jalan di sekitar kita. Yang membedakan hanya tumbuhan krinyu/kreo di hutan ini mempunyai ketinggian hampir 2 m sehingga kita harus merunduk di bawahnya  seperti masuk lubang gua yang sempit. Dan setelah kita melewati pohon Krinyu, kita dikejutkan oleh pemandangan di hadapan  kita sebuah tempat yang terbuka yang hanya ditanami tumbuhan sejenis yaitu alang-alang dan rerumputan

g.    Taman Suket

Taman Suket
      Orang-orang sekitar menamakan tempat ini dengan Taman Suket. Taman Suket adalah sebuah sabana yang ditumbuhi rumput ilalang yang cukup rapat dan ketat. Di sini banyak dijumpai kotoran hewan liar. Dan dilihat dari ukurannya sepertinya hewan-hewan besar yang berkeliaran di taman ini. Untuk keluar dari taman ini kita harus sekali lagi melewati pepohonan krinyu di sisi seberangnya, dan kemudian kembali masuk hutan dengan medan yang sama yaitu masih datar. Dan setengah jam kemudian kita menjumpai kembali tumbuhan krinyu/kreo akan tetapi tidak selebat di Taman Suket, dan kemudian menjumpai kembali areal terbuka menghadap gunung Slamet tepat ini hanya ditumbuhi rumput biasa dan jalan setapak mulai bercabang. Cabang yang pertama menyeberangi tempat terbuka ini, dan jalan yang satu masuk hutan melalui pojok arah tenggara taman ini dan sekitar dua ratus meter memasuki hutan kita akan menjumpai tempat terbuka berbentuk huruf L yang luasnya dua kali areal terbuka tadi dan hanya ditumbuhi tanaman Dringo (sambetan).

h.    Taman Dringo 
      Tempat ini banyak dibicarakan orang karena namanya Taman Dringo.  Sebenarnya tanaman ini merupakan tanaman obat. Biasanya kalau di kampung jika ada anak kecil sakit diberi ramuan obat dari tumbuhan ini. Atau jika ada orang kesambet (kesurupan) maka tanaman ini sebagai penangkalnya. Atau biasanya banyak dijumpai pada ibu-ibu yang sehabis bersalin atau melahirkan, ramuan tumbuhan inilah yang banyak digunakan.

Taman Dringo
Tumbuhannya seperti daun pandan, hanya kecil, tipis kasar dan tidak kaku. Jika daunnya dipotong atau disobek akan tercium aroma wangi, sedap dan hangat. Kemungkinan tumbuhan ini mengandung zat analgesik atau pereda rasa sakit ataupun penurun panas atau demam tinggi. Hal ini terbukti dengan kasus kesurupan yang biasanya orangnya mengigau atau meracau. Secara medis orang yang mengigau biasanya selain dalam keadaan tidur, kalau tidak, dalam keadaan demam tinggi. Dan tumbuhan ini banyak dimanfaatkan orang-orang pedesaan sebagai obatnya.
Sampai saat ini habitat Dringo di tempat tersebut hampir rusak dan punah dikarenakan tumbuhan ini banyak dijarah penduduk dari kabupaten Banyumas untuk bahan pembuat jamu, yang menyebrang lewat hutan dan mereka ini kebanyakan pengusaha jamu lokal. Jika hal ini dibiarkan maka keunikan taman ini hanyalah hamparan sabana biasa.

i.    Sumur Penganten
      Cabang jalan lain yang menyeberangai tempat terbuka ini akan menjumpai kembali pohon krinyu beberapa meter dan kemudian kita akan bertemu dengan jalan setapak yang lumayan lebar dan datar yang melintasi areal hutan pohon krinyu yang sangat luas dan seratus meter ke arah kanan kita akan menjumpai sumur penganten yang terletak paling ujung selatan hutan krinyu dan berbatasan dengan bukit dengan hutan belantara.
Di areal ini terdapat dua buah sumur yaitu sumur lanang (laki-laki) dan sumur wadon (perempuan). Sumur yang biasa dipakai peziarah yang mencari pesugihan, adalah sumur wadon. Kita bisa menuruni sumur ini lewat anak tangga sampai separoh badan sumur kemudian tangga berikutnya tangga besi vertikal  sampai dasar sumur. Di dasar sumur tersebut terdapat penampungan air yang banyak diambil para pengunjung untuk pesugiahan. Pada hari-hari tertentu tempat ini banyak dikunjungi peziarah dari berbagai daerah baik dari Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan Jawa Timur.

j.    Alas Krinyu/Kreo (Hutan Krinyu/Kreo)
      Areal ini dibatasi Sumur Penganten pada ujung sebelah Selatan dan Pondok Growong pada ujung utara jaraknya hampir setengah jam berjalan tanpa henti dengan kanan kiri pohon krinyu setinggi dua meter dan tumbuh sangat lebat serta rapat sehingga membentuk lorong yang sangat panjang. Pemandangan ini sangat langka dan sangat indah. Jalan setapaknya cukup lebar dan datar. Tapi dibalik keindahan dan kelangkaannya, justru tempat tersebut adalah sebagai tempat yang paling menyeramkan yaitu yang dijuluki “Pasar Setan”.
Katanya di tempat ini kadang-kadang ada yang menjumpai suara hiruk pikuk pasar tetapi tidak ada wujudnya. (Believe it or not).
Dan kemudian pada dua pertiga perjalanan kita akan menjumpai persimpangan dipinggir jembatan yang menyeberangi sungai kecil. Kalau lurus menyeberangi jembatan menuju pondok Growong dan menuju jalur pulang Dk. Kaliwadas Kecamatan Sirampog, dan jika ke kanan menuju puncak gunung Slamet. Kita berbelok ke kanan dengan kodisi jalan setapak yang masih datar, dan pepohonan krinyu mulai ditinggalkan dan kembali masuk hutan dan setengah jam kemudian kita sudah berhadapan dengan tanjakan pertama sebentar tapi cukup melelahkan. Ujung tanjakan merupakan punggungan sebuah bukit lereng gunung Slamet. Selama tiga jam mengikuti lekuk punggungan bukit dengan jalan yang berfariasi, menanjak landai, datar berbelok-belok dengan pemandangan monoton hutan belantara.

k.    Tugu Pertamina
      Entah kenapa tugu atau tempat ini dinamai Pertamina. Tempat ini berada pada sebuah cerukan bukit di bawah Igir Malang. Di tempat ini pemandangan sudah mulai agak terbuka dan di sana-sini sudah mulai nampak bunga Edelweiss. Hal itu menandakan tempat ini sudah berada di ketinggin. Igir Malang sebagai bukit dan tanjakan terakhir serta Puncak Slamet di belakangnya sudah di depan mata. Dari Tugu Pertamina jalan naik sedikit menuju kaki Igir Malang.

l.    Igir Malang

Puncak Slamet dan buangan kawahnya dilihat dari Igir Malang
    Igir Malang (Bukit Melintang) adalah tanjakan terakhir yang paling panjang dan melelahkan. Akan tetapi, pendaki akan disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Pendaki akan menaiki bukit dengan kemiringan 60o dibawah rerimbunan pohon edelweiss serta semak ilalang. Sebelah kanan dan kiri bukit terdapat jurang menganga dengan latar belakang puncak Slamet yang gersang dengan jalur laharnya dan begitu megahnya. Dengan bebatuan yang merah kecoklatan serta jalur lahar yang sangat besar serta bebatuan vulkaniknya yang hitam kelam di lerengnya yang membuat betapa kecil diri kita melihat ciptaan Tuhan yang sedemikian megah. Pemandangan ini mengobati kelelahan pada medan yang terberat ini. Setelah sampai di puncak igir malang, jalan setapak kemudian bertemu dengan jalur Baturraden, jalan kembali datar dan sesekali menurun kemudian menanjak beberapa meter, lalu sampailah ke batas vegetasi, yaitu batas bahwa tempat tersebut merupakan tempat tumbuhan terakhir yang tumbuh. Orang sekitar menamai tempat ini “Plawangan” (pintu), karena seolah-olah tempat ini merupakan pintu gerbang menuju Puncak Slamet. Tempat ini sudah berada pada ketinggian 2.900 M dpl dengan suhu udara yang sudah cukup menggigil pada siang hari dan akan berubah lebih ekstrim lagi pada malam hari hampir mendekati 0o C bahkan bisa minus atau di bawah 0o.  Dan pendaki sudah berhadapan dengan Puncak Slamet yang gersang dan megah dangan jalur lahar di sebelah kiri yang membentuk gundukan bongkahan batu hitam raksasa dari puncak gunung menuju lembah di bawahnya. Pemandanganpun sudah terbuka lebar dengan hamparan awan di bawah kita dan Gunung Ceremai kelihatan di cakrawala sebelah barat kita. Sampai disini kelelahan pendaki terobati oleh pemandangan yang tiada duanya sambil menunggu Matahari terbenam (Sun set) dengan sinar merahnya yang menerpa hamparan awan menyambut malam.

m.    Puncak Slamet
      Setelah bermalam sebentar dalam tenda dengan suhu yang sangat ekstrim dinginnya, pada pukul dua dini hari, pendaki mulai dibangunkan untuk melakukan Summit Attack (penaklukan puncak).
Saya dengan latar belakang Tapal Kuda Kawah Slamet
Pada jalur ini adalah jalur terbuka tanpa tumbuh-tumbuhan sepanjang ± 500 m dengan bebatuan tajam yang mudah longsor banyak ceruk-ceruk di kanan kiri. Medan ini bisa ditempuh paling cepat duapuluh menit bahkan bisa berjam-jam tergantung kondisi fisik. Di sini kehati-hatian dalam berpijakan pada batu mutlak diperlukan, karena jika tidak bisa terluka karena terjatuh dan tergelincir di atas bebatuan cadas yang tajam. Beberapa meter menuju puncak, medan yang didaki mulai lebih tegak dan berpasir sehingga tidak ada batu untuk berpegangan. Dan pada akhir tanjakan, pendaki akan melihat pemandangan puncak Slamet dengan hamparan kawahnya yang sangat luas, yang berbentuk kaldera. Puncak ini adalah puncak bayangan yaitu bibiran kawah tipis seperti pematang dengan dinding kawah yang tegak lurus dan dalam. Kemudian pendaki melipir bibir kawah yang tipis ke kanan kemudian naik punggungan tipis dengan kemiringan 45o setelah sampai atas, punggungan tipis itu menjadi lebar dan tempat inilah puncak tertinggi yaitu bibir kawah sebelah Selatan yang ditandai dengan tugu ketinggian  bertuliskan 3.428 m dpl dan dari sini kita bisa melihat keempat kawahnya dengan lubang kawah utama berada di tengah-tengah, dan sebelah Timur Laut kompleks kawah terdapat lembah lautan pasir (kawah mati).

Flora Fauna di G. Slamet
Kawasan hutan lindung Gunung Slamet seluas 20 ribu hektare, merupakan kawasan ekosistem terlengkap di pulau Jawa. Penelitian yang dilakukan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, masih menjumpai binatang langka dan tanaman langka khas Jawa. Seperti burung elang jawa, macan tutul, surili jawa, owa jawa, rekretan, kucing hutan, dan kijang. Sedang untuk jenis tanaman seperti anggrek permata, kantong semar, palem jawa, dan pinang jawa, edelweeis.






Perkembaangan Terbaru , Aktivitas Gunung Slamet Mulai Menurun
Kamis, 13 Maret 2014 10:23
Liputan6.com, Purbalingga - Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, menyiapkan posko pengungsian dan jalur evakuasi bagi warga yang bermukim di wilayah terdekat dari puncak Gunung Slamet, guna mengantisipasi kemungkinan naiknya status menjadi Awas.
Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhaendrianto mengatakan, terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Slamet pascastatusnya ditingkatkan dari Normal (level I) menjadi Waspada (level II). Pihaknya sudah mengintruksikan jajarannya untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi, serta berkomunikasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun Badan Geologi.
"Saya memantau terus, baik melalui BPBD maupun langsung dengan Badan Geologi. Meskipun aktivitasnya terus menurun, saya minta masyarakat tetap tenang. Mudah-mudahan hanya begini saja dan tidak berlanjut," kata Sukento, Purbalingga, Jawa Tengah, Kamis (13/3/2014).
Sementara Sekretaris Daerah Purbalingga Imam Subijakto menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan jajajaran terkait terkait teknis, dan menyiapkan jalur evakuasi. "Saat ini, kami fokus dengan persiapan teknis serta berkoordinasi dengan berbagai pihak. Termasuk menyiapkan masker, obat-obatan, dan posko kesehatan. Jalur evakuasi juga sudah disiapkan oleh TNI dan tim SAR."
Menurut Imam, pihaknya akan terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Slamet melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Serta mengoordinasikan segala kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas tersebut
Selain itu, lanjut Imam, pihaknya juga menginventarisasi segala keperluan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga, TNI, Polri, SAR, dan kesiapan warga. "Walaupun statusnya baru Waspada (level II), saya mengimbau masyarakat tetap dalam kondisi waspada."
"Warga terdekat khususnya Dukuh Bambangan dan sekitarnya diminta tetap berhati-hati dalam aktivitasnya, karena sewaktu-waktu peningkatan status bisa saja terjadi," katanya.
Maka itu, Imam meminta warga untuk tetap tenang serta beraktivitas seperti biasa dan anak-anak sekolah untuk semetara belum diliburkan. "Pokoknya masyarakat tidak usah panik, namun tetap meningkatkan kewaspadaan," tegas Imam.
Sementara Komandan Komando Distrik Militer 0702/Purbalingga Letnan Kolonel Infanteri Agustinus Sinaga mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan jalur evakuasi. Hal ini guna mengantisipasi kemungkinan Gunung Slamet mengalami peningkatan status pada level yang mengancam keselamatan warga.
"TNI dan Pemkab Purbalingga sudah siap mengevakuasi warga ke berbagai titik. Titik evakuasi pertama adalah masjid-masjid terdekat, balai desa sampai dengan kecamatan. Apabila dirasa masih membahayakan, para pengungsi akan dievakuasi ke Stadion Goentoer Darjono dan GOR Mahesa Jenar Purbalingga yang ada di pusat kota," katanya.
Dia juga meminta aparat untuk tidak segan-segan memberi peringatan kepada masyarakat untuk tidak mendekati zona berbahaya. "Jika ada warga yang nekat mendekati zona berbahaya, silakan ditindak dengan tegas," tegas Agustinus. (Ant/Ismoko Widjaya)









KASUS - KASUS SAR di G. Slamet
INILAHCOM, Purbalingga - Petugas Search and Rescue (SAR) gabungan mengevakuasi 19 pendaki dari puncak Gunung Slamet ke pos pendakian di Dusun Bambangan, Desa Kutabawa, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Mereka berasal dari Jakarta dan tiba di Pos Bambangan dalam dua rombongan.
"Rombongan pertama tiba pukul 04.00 WIB, sedangkan yang kedua tiba pukul 07.00 WIB," kata petugas SAR Kutabawa, Slamet Hardiansah, kepada wartawan di Purbalingga, Rabu (12/3/2014).
Petugas SAR gabungan yang dibantu TNI melakukan penjemputan terhadap para pendaki setelah menerima informasi masih ada pendaki yang berada di Pos 2 dan Pos 5 pada jalur pendakian Bambangan.
Salah seorang pendaki Risnandar (21) mengaku mendaki Gunung Slamet bersama teman-temannya yang berjumlah 10 orang pada hari Senin (10/3).
Menurut dia, rombongan pendaki itu tidak mengetahui jika Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas. "Kami tidak merasakan adanya getaran atau suara gemuruh," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora) Purbalingga Prayitno mengatakan sejumlah pendaki nekat mendaki meskipun telah mengetahui status Gunung Slamet ditingkatkan menjadi waspada.
"Petugas kami yang berada di posko Bambangan sempat melarang sembilan orang pendaki asal Pekalongan. Namun rupanya, para pendaki ini nekad melakukan pendakian pada hari Senin (10/3), sekitar pukul 21.00 WIB, meskipun sudah mengetahui status Gunung Slamet yang Waspada," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya segera melakukan penjemputan terhadap para pendaki tersebut termasuk pendaki yang telah berangkat sejak Senin pagi.


TEMPO.CO, Purbalingga - Dari 21 pendaki yang dicari keberadaanya di Gunung Slamet, Jawa Tengah, kini tinggal 16 pendaki yang belum diketahui keberadaannya. Tim SAR Kutabawa tengah mencari para pendaki tersebut.
"Kami sedang melakukan perjalanan, melakukan evakuasi 16 pendaki yang belum diketahui keberadaannya," kata anggota SAR Kutawaba di pos Bambangan, Purbalingga, Slamet Hardiyansah, Selasa, 11 Maret 2014.
Ia mengatakan tim harus menembus pekatnya kabut malam karena mereka berangkat sekitar pukul 18.00 WIB. Hujan juga sempat mengguyur lereng Slamet menjelang sore hari. Berdasarkan manifes pendakian di pos Bambangan, ke-16 pendaki itu berasal dari Jakarta.
Kiki, 27 tahun, pendaki asal Pekalongan, mengatakan mereka bertemu pendaki dari Jakarta di sekitar pos II dan pos V. "Kami tidak melanjutkan ke puncak karena sebelumnya sudah dilarang petugas," ujarnya. (Baca: Status Gunung Slamet Masih Waspada)
Berdasarkan catatan di pos Bambangan, pendaki Slamet yang belum turun terdiri atas tiga kelompok. Kelompok pertama berasal dari Yogyakarta, yakni Stanley Risaranti, Denis Bimbin, Micahel Daud Tonda, Satrio Pangauan, dan Arthur. Kelompok kedua berasal dari Jakarta, yakni Risnandar, Iqbal, Guntur, Buyung Maaz, Doni, Ocit, Ngadap, Puspo, dan Novi. Kelompok ketiga berasal dari Kampung Baru, Jakarta Barat, yakni Anwar Assyubali, Ahmad Fadhi, Achmad Disbit Fathony, Maulana Shidqi, Hafani, Achmad Sobari, Roy Rianto, Irwandi Septian, dan Ardiansyah.
Para pendaki asal Yogyakarta mestinya sudah turun pada Selasa, 11 Maret 2014. Adapun dua kelompok pendaki lain, yang berangkat Senin, 10 Maret 2014, akan turun keesokan hari.





Musibah 3428 Mdpl 2001

Apa yg sebenarnya terjadi di atas sana. Jum’at, 2 Maret 2001″Kami telah menaklukkan gunung itu.”Disemangati kalimat gagah itu tujuh pendaki Mapagama (MahasiswaPecinta AlamUniversitas Gajah Mada) Yogyakarta bertekad menaklukkan GunungSlamet. Selasa (6/2) siang, sekitar pukul 13.00 WIB, mereka pun sudah berada di garisvegetasi puncak gunung tersebut.Para pendaki yang mengenal puncak Slamet pasti tahu, garis vegetasi itu tidak hanyamerupakan batas bisa tumbuhnya tanaman, tapi juga sering menjadi semacam point of no return. Bahaya badai dan kabut tebal sering datang tiba-tiba begitu pendaki melewati garis tersebut menuju puncak, dan sulit untuk kembali. Benar juga. Meski sudah mencapai batas vegetasi, mereka – Turniadi (Dodo), Masrukhi,Dewi Priamsari, Bagus Gentur Sukanegara, Ismarilianti (Iis), Bregas Agung, dan AhmadFauzan — tidak dapat meneruskan ke puncak.
Badai tiba dan puncak Slamet diselimutikabut tebal. Mereka lantas membuat base camp, mendirikan tiga tenda di dekat garisvegetasi gunung berketinggian 3.432 meter DPL yang terletak di perbatasan KabupatenPemalang, Banyumas, Tegal, dan Purbalingga itu. Mereka beristirahat menunggu esokhari. “Sebenarnya Rabu (7/2) pagi pukul 05.00 WIB cuaca sekitar puncak Slamet cerah.Namun kami tak bisa mendaki, karena belum mengepak perlengkapan,”kata Gentur. Baru sekitar pukul 06.00 WIB barang-barang selesai dipak, dengan menyisakan satutenda yang dibiarkan tetap berdiri. Namun saat itu pula, kabut tebal dan badai anginkencang kembali melanda puncak Slamet. Mereka kembali masuk tenda.”Kami tak maumengambil risiko hipothermia, karena suhu di garis vegetasi saja di bawah nol derajatcelcius,” jelas mahasiswa teknik UGM itu. Sekitar pukul 10.00 WIB, kata Gentur, badaimulai reda. Meski puncak masih diselimuti kabut, angin tidak lagi menderu kencang.Saat itulah, Masrukhi dan Dodo yang menjadi mentor anggota baru Mapagamamemutuskan untuk memulai pendakian ke puncak. Tapi, di tengah pendakian, badai menghebat kembali. Mereka masuk dalam situasi point of no return. “Saat itu, kami berada di tengah perjalan antara batas vegetasi dan puncak. Sempat terpikir untuk kembali ke base camp. Tapi, baik kembali ke base camp maupun meneruskan ke puncak, sama sulitnya. Akhirnya, kami putuskan untuk meneruskan pendakian,” jelas Gentur.

Saat itu, jarak pandang hanya sekitar setengah meter, karena tebalnya kabut. Masrukhi, mahasiswa Fisipol UMG, tiba-tiba berteriak minta tolong. Diduga terserang hipothermia (penurunan temperatur tubuh secaramendadak) dan terguling ke lereng. Mereka mendengar suara itu. Namun, karena tebalnya kabut, tidak bisa melakukan apapun. “Baru setelah kami berenam sampai puncak, Dodo, Fauzan, dan Gentur, turun menjemput Masrukhi. Mereka memapah Masrukhi hingga ke puncak Tugu Surono,” tuturGentur. Tugu itu adalah tanda puncak tertinggi Gunung Slamet. Di puncak yang juga bibir kawah Slamet itu mereka mendirikan tenda dan menginap semalam. Saat itu merekatidak mungkin kembali, karena badai makin menjadi-jadi. Namun, hingga keesokanharinya, Kamis (8/2), badai tak juga reda. “Mengingat kondisi fisik kami makin lemah, padahal masih membutuhkan tenaga untuk turun, akhirnya kami putuskan untuk turun,” kenang Gentur. Saat itulah Masrukhi yang kondisi fisiknya masih lemah kembali terserang hipothermia. Dia sempat terguling, namun beruntung, Bergas yang ada di depan Masrukhi sempat menghadang tubuhnya. “Kalau tidak, tubuh Masrukhi saat itu juga sudah masuk jurang,” jelas Gentur.Kelima pendaki lain segera mendekati tubuh Masrukhi dan Bergas yang terjatuh. Merekamemutuskan menunda perjalanan, dan kembali mendirikan tenda di sekitar lokasijatuhnya Masrukhi. Padahal, saat itu mereka masih berada di kawasan non-vegetasi(tanpa tumbuh-tumbuhan) di Puncak Slamet. Tiba-tiba, beberapa meter di bawah mereka,terdengar suara beberapa orang yang berteriak-teriak. “Namun kami takmendengar secara jelas, apa yang mereka ucapkan. Kami hanya bisa berkomunikasidengan peluit, agar tidak kehilangan kontak,” jelas Gentur.

Mereka lantas meminta Dewi untuk mendekati asal teriakan itu. Dipandu suara peluit dari pendaki lain, akhirnya Dewi dapat mendekati mereka. “Mereka pendaki dari Jakarta, tapi tidak berani memberi pertolongan kepada kami, karena kabut terlalu tebal,” kenang Dewi. Para pendaki asal Jakarta itu, kata Dewi, memutuskan untuk turun ke Bambangan, desa terdekat di kaki Gunung Slamet, untuk minta pertolongan dari desa tersebut. “Saya ikut bersama mereka turun ke bawah,” tutur mahasiswi D-3 Fakultas Geografi UGM yang bersama Gentur selamat dari tragedi pendakian itu. Maut kemudian merenggut lima nyawa pendaki Mapagama satu demi satu. Korbanpertama adalah Masrukhi. “Ia menghembuskan napas terakhir di tempat itu. Di pangkuanDodo,” jelas Gentur. Mereka memutuskan untuk turun meninggalkan jenazah Masrukhi,dengan pertimbangan akan dievakuasi kemudian. Namun, kondisi fisik Bergas dan Fauzan sudah sangat kelelahan. Baru turun beberapa meter, Fauzan terjatuh ke selokandan terguling beberapa meter. Bergas juga kepayahan. Akhirnya, diputuskan untuk mendirikan tenda dan menginap lagi semalam. Di tempat ini, Fauzan terserang hipothermia. Sementara, persediaan logistik juga semakin terbatas, dan tak bisa dimasak karena kompor gas lipat mereka terbawa Dewi. Mereka hanya makan seadanya, supermi kering, permen dan sambal pecel. Keesokan harinya,Jumat (9/2), diputuskan hanya Dodo yang turun ke bawah, untuk minta pertolongan. Namun, hingga Sabtu (10/2), pertolongan tidak kunjung datang. Akhirnya, dengan hanya berbekal delapan permen, Gentur yang turun.


Sedangkan Iis tetap menunggui Fauzan dan Bergas. Dalam perjalanan turun, Gentur mengalami kesulitan yang luar biasa. Posisi mereka turun sejak dari puncak memang sudah bergeser, tidak lagi di jalur pendakian. Untungnya, ia menemukan alur sungai. “Dengan mengikuti alur sungai itulah, saya akhirnya sampai kesebuah jalan aspal di Desa Serang, di antara Baturaden Kabupaten Banyumas dan DesaBambangan Kabupaten Purbalingga,” ujarnya. Sampai di tempat itu, Ahad (11/2) pagi, iaminta diantar tukang ojek ke Desa Bambangan. Begitu sampai, Gentur baru tahu Dodotidak pernah sampai di desa terakhir rute pendakian Gunung Slamet itu. Dari situlah, kemudian Tim SAR dari berbagai kelompok pecinta alam sejumlahuniversitas, dibantu warga Bambangan dan Basarnas, memulai upaya pencarian. Yangpertama kali ditemukan, Senin (12/2), adalah Fauzan, mahasiswa D-3 Geografi UGM,sudah meninggal di dalam tenda, 20 meter di bawah garis vegetasi. Sementara Iis danBergas tidak lagi berada di tempat itu.Iis, mahasiswi Fakultas Kehutanan UGM, baru ditemukan pada Rabu (14/2). Kondisi fisiknya sudah teramat payah, gigi depan patah, luka di tulang kering kaki kanan, dan leher. Namun, ia masih sadar. Karena sudah sore, tiga anggota tim SRU(Search andRescue Unit) yang menemukan Iis memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam.Pada malam itulah, Iis terserang hipothermia dan meninggal Kamis(15/2) dini hari. Pada Rabu (14/2), Tim SAR yang memang dipecah-pecah menjadi beberapa unit kecil,juga menemukan Dodo. Mahasiswa Fak Hukum UGM ini sudah meninggal. Dan, Bergas,mahasiswa Fakultas Peternakan UGM, ditemukan Sabtu (17/2), juga sudah meninggaldunia, di dekat batas vegetasi. Korban terakhir yang ditemukan adalah Masrukhi. Jenazahnya baru ditemukan Senin(19/2) pada lokasi jauh dari tempat semula ditinggalkan, sekitar 200 meter di atas garisvegetasi — misteri yang sampai (saat itu) belum terjawab. Dan, dari tujuh pendaki Mapagama,hanya dua pendaki — Dewi dan Gentur — yang selamat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua,
Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan
Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar 750juta saya sters hamper bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu dengan kyai ronggo, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI RONGGO KUSUMO kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan penarikan uang gaib 3Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 3M yang saya minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada. Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya sering menyarankan untuk menghubungi kyai ronggo kusumo di 082349356043 situsnya www.ronggo-kusumo.blogspot.com agar di berikan arahan. Toh tidak langsung datang ke jawa timur, saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sama baik, jika ingin seperti saya coba hubungi kyai ronggo kusumo pasti akan di bantu

Unknown mengatakan...

Koreksi bos, yg saya tahu g. Slamet itu terletak di 5 Kabupaten yaitu, Kab. Banyumas (Jalur Baturaden), Kab Purbalingga (Jalur Bambangan), Kab. Pemalang (Jalur Jurangmangu), Kab. Tegal (Jalur Guci), Kab. Brebes (Jalur Kaliwadas) dan puncak G. Slamet atau kawah terletak di teritorial Kab. Pemalang, maturnuwun

Posting Komentar