Gunung Slamet
Puncak
Slamet 3428Mdpl merupakan puncak tertinggi di Jawa Tengah. Salah satu atribut
dari 3S yaitu Sumbing, Sindoro, dan Slamet ini terletak di 3 Kabupaten di Jawa
Tengah, yaiitu Purbalingga, Baturraden, dan Purwokerto. Gunung Slamet memiliki
dua jalur pendakian, yaitu jalur Bambangan dan Guci. Jalur Bambangan terletak
di Kabupaten Purbalingga, kurang lebih sekitar satu jam perjalanan dari Kota
Purbalingga. Puncak Gunung Slamet berada di koordinat 7°14′30″LS,109°12′30″BT.
Letak Astronomis G. Slamet
Gunung
Slamet masuk dalam wilayah tiga kabupaten di jawa tengah, yaitu kabupaten
Purbalingga, Brebes dan Banjarnegara. Tepatnya di sebelah Barat kota
Purbalingga dan sebelah Utara kota
Purwokerto pada posisi geografis 7°14,30′ LS dan 109°12,30′ BT. Ketinggian
Gunung ini mencapai 3432 m dpl dan termasuk gunung berapi tertinggi di Jawa.
Ada 4 buah kawah aktif yang terletak di puncaknya, karenanya dianjurkan untuk
mendaki puncak sebelum pukul 10 pagi untuk menghindari adanya gas beracun dari
kawah. Dari puncak dapat terlihat
gunung-gunung lainnya di jawa tengah seperti gunung Sumbing dan Sindoro.
Biasanya para pendaki, selain mendaki gunung Slamet mereka juga mendaki gunung
Sumbing dan Sindoro dan biasa disingkat triple S (Sindoro, Sumbing, Slamet),
karena letak ketiga gunung yang berdekatan.
Sulit
menemukan sumber air di sepanjang rute pendakian, terutama pada musim kemarau.
Karena itu sebaiknya jangan lupa membawa persediaan air untuk pendakian. Pada
bulan-bulan tertentu cuaca di gunung ini sangat ekstrim dan seringkali terjadi
badai pada puncaknya, suhu udara turun dengan drastis untuk mengantisipasinya
jangan lupa membawa baju hangat, jas hujan dan kantung tidur agar tidak terkena
hipotermia. Sebagian jalur pendakian amat curam dan pada musim hujan jalur
pendakian menjadi semakin berat karena jalur tersebut terisi oleh air.
Sebagian
masyarakat jawa percaya bahwa gunung slamet adalah pusat dari pulau Jawa.
Mereka juga menyebut gunung ini dengan nama gunung Lanang (Gunung
laki-laki). Bahkan mereka juga percaya
bahwa gunung ini adalah gunung yang angker, yang banyak didiami oleh mahluk
halus. Terlepas dari mitos dan
kepercayaan yang ada, gunung ini merupakan gunung yang indah, terutama di
Pelawangan yaitu daerah sebelum puncak. Sayangnya kebakaran hutan yang terjadi
pada tahun 2002, membakar habis pohon-pohon di sana.
JALUR
G. SLAMET
Jalur
Bambangan
Untuk
menuju Bambangan (1.470 m.dpl), dari Purwokerto kita naik Bis ke jurusan
Bobotsari Kabupaten Purbalingga. Di Bobotsari kita sebaiknya melengkapi
perbekalan yang masih diperlukan, dan disini tersedia fasilitas Telpon
Interlokal(WARTEL). Dari terminal Bobotsari naik Primkodes (minibus) menuju
Pasar Priatin di Desa Kutabawa Kecamatan Karangrejo. Dari Priatin kita berjalan
sejauh 2,5 km menuju dusun Bambangan, karena hanya sesekali saja daa truk
pengangkut yang melewati jalan tanah yang lembek dan berbatu ini. Kita juga
bisa turun di Dukuh Penjagan (Serang), 2 km sebelum Priatin dan berjalan ke
Bambangan sejauh 2,5 km melewati perladangan. Bila kita dari arah Pemalang,
kita naik Bis jurusan Purwokerto, turun di Karangrejo, pertigaan ke Goa Lawa,
dan naik minibus sejauh 7 km ke Priatin.
Dusun
Bambangan merupakan hunian terakhir menuju Gunung Slamet, disini kita harus
mengisi persediaan air, karena sepanjang pendakian, sulit ditemui mata air,
terutama dimusim kemarau. Dusun Bambangan dihuni oleh kira-kira 900 penduduk,
yang mengandalkan kehidupannya dengan bercocok tanam sayuran.
Di
batas Kampung Bambangan, kita akan menjumpai Pondok Pemuda, sebuah gedung yang
besar dan cukup megah yang dibangun Pemerintah Daerah Purbalingga untuk para
pendaki. Setelah melapor ke Pak Mucheri, pendakian dimulai dari Pondok Pemuda,
dimana ada jalan bercabang, yang kekanan merupakan jalur lama, kita bisa
mengambil jalan yang lurus, karena rute yang baru ini lebih pendek.
Setelah
perladangan kita akan memasuki kawasan Hutan PERHUTANI, dimana kita akan jumpai
sebuah tempat berlindung (Shelter). Dari sini kita mendaki selama 0,5 Km dan
akan melewati tempat yang disebut Pondok Gembirung (2.250 m.dpl) yang merupakan
hutan alam, yang banyak ditumbuhi Pohon Gembirung. Dari sini sejauh 0,5 Km akan
dijumpai Pondok Walang (2.500 m.dpl), berjalan lagi sejauh 0,5 Km kita akan
menemui Pondok Cemara yang disekitarnya banyak ditumbuhi pepohonan Cemara.
Dari
Pondok Cemara kita terus mendaki sejauh 1,5 Km menuju Pondok Samanrantu (2.900
m.dpl) disini ada pondok peristirahatan sederhana. Diperlukan waktu 4-5 jam
untuk mencapai Samarantu dari Bambangan, dan 2 jam lagi untuk mencapai Puncak.
Dari Samanrantu perjalanan diteruskan sejauh 0,3 km menuju Samyang Rangkah yang
dimusim hujan ada mata air, berjalan sejauh 0,6 km lagi melewati Samyang Kendit
dan Samyang Jampang (2.950 m.dpl) kita akan sampai di Samyang Ketebonan (3.000
m.dpl). Di Samyang Jampang banyak ditumbuhi bunga Edelweis yang sekarang nyaris
punah, dan kita bisa menyaksikan matahari terbit dari tempat ini. Kita terus
naik ke Plawangan (3.250 m.dpl) yang merupakan perbatasan hutan dan daerah
berbatu. Menuju puncak Gunung Slamet masih dibutuhkan waktu 1 jam lagi,
melewati batu-batu lahar yang amat sukar, berupa batu lepas dan tajam, kita
harus lebih waspada di daerah ini.
Setelah
tiba di puncak akan terlihat hamparan padang lahar yang luas dan menakjubkan.
Kita juga dapat menyaksikan pemandangan yang menakjubkan ke arah kawah-kawah
yang masih aktif, yang dinamakan Segoro Warian dan Segoro Wedi. Di puncak
Gunung Slamet kita juga dapat menyaksikan panorama yang indah kearah
puncak-puncak Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Ciremai juga kearah
kota Tegal, Purwokerto, Brebes, dan di kaki langit membentang Samudra Hindia
dan Laut Jawa. Untuk memantau kondisi vulkanisnya, Puncak Gunung Slamet
dilengkapi pemantau gempa yang datanya ditransmisikan lewat pemancar radio
dengan menara antena setinggi 18 meter.
Pendakian
dari Bambangan menuju puncak Gunung Slamet ini memerlukan waktu sekitar 8 jam,
sedangkan untuk turun dibutuhkan waktu sekitar 4 jam. Setelah pendakian kita
bisa pergi ke Baturaden yang merupakan kawasan wisata, dimana tersedia banyak
hotel dan penginapan dan fasilitas wisata lainnya. Di Baturaden kita dapat
menikmati panorama lereng Gunung Slamet dengan amat indah, mandi air pnas dan
berenang dengan biaya murah.
Jalur Utara via Gambuhan
Jalur utara ini kurang populer dibandingkan jalur Bambangan tetapi jalur ini sering di gunakan oleh petugas Vulkanologi untuk menuju kawah Gunung Slamet. Desa Gambuhan (1.000 m.dpl) lebih mudah dicapai dari arah Tegal. Dari Tegal kita naik Bus jurusan Moga (540 m.dpl) sejauh 64 Km lewat Pemalang. Dari Moga kita naik minibus ke Desa Gambuhan. Gambuhan dapat juga dicapai lewat Toewel. Dari Tegal dengan minibus kita menuju Toewel (850 m.dpl) lewat Bojong. Dari Toewel kita ganti minibus lagi ke Gambuhan.
Sebaiknya logistik telah dipersiapkan di Toewel atau di Moga. Fasilitas Telpon Interlokal (Wartel) tersedia di Moga dan di Toewel. Dari Desa Gambuhan kita berjalan atau naik ojek ke Pos Vulkanologi yang jaraknya 700 meter, untuk mencatatkan diri dan meminta informasi tentang kondisi Gunung Slamet dan jalur pendakiannya. Disini kita bisa menemui Kepala Pos Vulkanologi, yang dapat membantu kita pemanduan dan penginapan. Dari Pos Vulkanologi kita meneruskan perjalanan ke Dusun Karang Sari, Desa Jurangmangu melintasi jalan desa selama 0,5 jam perjalanan atau dengan ojek selama 10 menit saja. Mobil hanya bisa mencapai Pos Vulkanologi saja, dan sementara kita mendaki mobil dapat diparkir di sini.
Pendakian kita mulai dari Dusun Karang Sari (1.050 m. dpl) ini, melewati Hutan Pinus menuju Pondok Buncis selama 0,5 jam, disini kita bisa beristirahat dan mengambil air. Dari Pondok Buncis perjalanan memasuki hutan alam dan Cemara, melewati Pondok Gribig (1.750 m.dpl), selama 1 jam perjalanan. Selanjutnya perjalanan diteruskan selama 1,5 jam ke Pondok Pakis (2.200 m.dpl). Jalan semakin menanjak, dan kita akan sampai di Penatus (2.350 m.dpl), setelah perjalanan selama 1 jam dan diperlukan 1,5 jam lagi untuk mencapai Pondok Gua (3.000 m.dpl).
Perjalanan 1 jam dari Pondok Gua kita sampai di batas pasir sisa letusan yang dinamakan Samyang Wenang (3.200 m.dpl), melalui rerumputan dan vegetasi bunga Edelweis Jawa. Perjalanan akan melintasi medan yang semakin curam, berpasir dan berbatu lepas, yang mengharuskan kita berhati-hati. Setelah perjalanan 1,5 jam kita sampai di gigir Kawah (3.400 m.dpl). Diperlukan 0,5 jam lagi untuk menuju Puncak Gunung Slamet yang terletak diakhir jalur Bambangan, sedangkan total perjalanan ke puncak 7-8 jam. Untuk kembali ke Gambuhan diperlukan waktu 4-5 jam.
Jalur utara ini kurang populer dibandingkan jalur Bambangan tetapi jalur ini sering di gunakan oleh petugas Vulkanologi untuk menuju kawah Gunung Slamet. Desa Gambuhan (1.000 m.dpl) lebih mudah dicapai dari arah Tegal. Dari Tegal kita naik Bus jurusan Moga (540 m.dpl) sejauh 64 Km lewat Pemalang. Dari Moga kita naik minibus ke Desa Gambuhan. Gambuhan dapat juga dicapai lewat Toewel. Dari Tegal dengan minibus kita menuju Toewel (850 m.dpl) lewat Bojong. Dari Toewel kita ganti minibus lagi ke Gambuhan.
Sebaiknya logistik telah dipersiapkan di Toewel atau di Moga. Fasilitas Telpon Interlokal (Wartel) tersedia di Moga dan di Toewel. Dari Desa Gambuhan kita berjalan atau naik ojek ke Pos Vulkanologi yang jaraknya 700 meter, untuk mencatatkan diri dan meminta informasi tentang kondisi Gunung Slamet dan jalur pendakiannya. Disini kita bisa menemui Kepala Pos Vulkanologi, yang dapat membantu kita pemanduan dan penginapan. Dari Pos Vulkanologi kita meneruskan perjalanan ke Dusun Karang Sari, Desa Jurangmangu melintasi jalan desa selama 0,5 jam perjalanan atau dengan ojek selama 10 menit saja. Mobil hanya bisa mencapai Pos Vulkanologi saja, dan sementara kita mendaki mobil dapat diparkir di sini.
Pendakian kita mulai dari Dusun Karang Sari (1.050 m. dpl) ini, melewati Hutan Pinus menuju Pondok Buncis selama 0,5 jam, disini kita bisa beristirahat dan mengambil air. Dari Pondok Buncis perjalanan memasuki hutan alam dan Cemara, melewati Pondok Gribig (1.750 m.dpl), selama 1 jam perjalanan. Selanjutnya perjalanan diteruskan selama 1,5 jam ke Pondok Pakis (2.200 m.dpl). Jalan semakin menanjak, dan kita akan sampai di Penatus (2.350 m.dpl), setelah perjalanan selama 1 jam dan diperlukan 1,5 jam lagi untuk mencapai Pondok Gua (3.000 m.dpl).
Perjalanan 1 jam dari Pondok Gua kita sampai di batas pasir sisa letusan yang dinamakan Samyang Wenang (3.200 m.dpl), melalui rerumputan dan vegetasi bunga Edelweis Jawa. Perjalanan akan melintasi medan yang semakin curam, berpasir dan berbatu lepas, yang mengharuskan kita berhati-hati. Setelah perjalanan 1,5 jam kita sampai di gigir Kawah (3.400 m.dpl). Diperlukan 0,5 jam lagi untuk menuju Puncak Gunung Slamet yang terletak diakhir jalur Bambangan, sedangkan total perjalanan ke puncak 7-8 jam. Untuk kembali ke Gambuhan diperlukan waktu 4-5 jam.
C A T A T A N
Masalah air perlu mendapat perhatian ekstra, karena di musim kemarau di Bambangan kadang sulit mendapat air bersih dan sepanjang perjalanan ke puncak sudah tidak ada lagi mata air sedangkan di jalur Gambuhan sebaiknya air kita siapkan di Desa Jurangmangu.
Perijinan, Pemanduan & Keadaan Darurat
Jika ingin mendaki Gunung Slamet terlebih dahulu kita meminta ijin di Perum PERHUTANI Banyumas Timur, Jl. Gatot Subroto 92, Purwokerto (Telp. 0281-96108) dan Polisi setempat (Polsek Serang). Kita juga harus mendapat Rekomendasi dari Dinas Sosial Politik (Ditsospol) Kabupaten Banyumas. Dan di Bambangan kita harus laporkan pendakian kita ke Kepala Dusun, Pak Mucheri, yang juga seorang pemandu gunung yang tangguh.
Masalah air perlu mendapat perhatian ekstra, karena di musim kemarau di Bambangan kadang sulit mendapat air bersih dan sepanjang perjalanan ke puncak sudah tidak ada lagi mata air sedangkan di jalur Gambuhan sebaiknya air kita siapkan di Desa Jurangmangu.
Perijinan, Pemanduan & Keadaan Darurat
Jika ingin mendaki Gunung Slamet terlebih dahulu kita meminta ijin di Perum PERHUTANI Banyumas Timur, Jl. Gatot Subroto 92, Purwokerto (Telp. 0281-96108) dan Polisi setempat (Polsek Serang). Kita juga harus mendapat Rekomendasi dari Dinas Sosial Politik (Ditsospol) Kabupaten Banyumas. Dan di Bambangan kita harus laporkan pendakian kita ke Kepala Dusun, Pak Mucheri, yang juga seorang pemandu gunung yang tangguh.
Jalur Via Guci
pintu
gerbang Obyek wisata Guci yang berada pada ketinggian 1120 mdpl. Pintu gerbang
Obyek wisata Guci yang berupa gapura
ini , adalah juga merupakan pintu gerbang ke air terjun. Letak air terjun ini
ada di sebelah sebuah jembatan dan
perjalanan kami menuju Gerbang Pendakian Guci 1277 mdpl . Berikut Rute
Pendakian Kami.
Gerbang
Pendakian Guci 1277 mdpl – Pos Pinus ( Pos I ) 1185 mdpl.
Dari
gerbang jalur pendakian relatif landai, melewati pinggir hutan pinus, dan
setelah mengikuti jalan setapak kemudian akan bertemu dengan jalan berbatu
bekas jalan aspal yang sudah rusak milik perkebunan pinus. Pos I berada sedikit
masuk ke dalam hutan Pinus. Waktu tempuh dari Gerbang hingga ke Pos I ini
kurang lebih 1 jam.
Pos
I – Pos Pondok Cemara (Pos II) 1951
mdpl.
Setelah
melewati Pos I keadaan jalan setapak mulai menanjak dan mulai banyak terdapat
pohon yang berlumut. Sedangkan waktu yang kami tempuhnya 1 jam 55 menit.
Pos
II – Pos Pondok Pasang ( Pos III ) 2129 mdpl.
Kondisi
jalan setapaknya relatif landai dan waktu yang kami tempuh dari Pos II ke Pos
III kurang lebih 50 menit.
Pos
III – Pos Pondok Kemaktus ( Pos IV ) 2578 mdpl
Jalur
dari pos III menuju Pos IV ini lebih berat dari pada jalur lainnya ( dari pos I
hingga Pos V ). Dijalur ini, banyak pohon perdu setinggi manusia ( arbei ).
Jika memulai pendakian dipagi hari, maka istirahat makan siang dapat dilakukan
disini. Dan juga di daerah Pos IV ini ramai dihiasi oleh suara burung. Waktu tempuh
dari Pos III ke Pos IV adalah kurang lebih sekitar 2 jam 10 Menit.
Pos
IV – Pos Pondok Cantigi ( Pos V ) 2852 mdpl.
Jalur
pendakian mulai banyak ditemui pohon tumbang dan sebelum mencapai Pos V, akan
ada sebuah pos yang dikenal dengan sebutan Pos Edelweiss yang berada pada
ketinggian 2570 mdpl, dan waktu tempuh hingga Pondok Edelweis ini adalah kurang
lebih sekitar 1 jam 26 menit. Selepas dari pondok edelweis keadaan jalan
setapak mulai banyak debu vukanisnya. Dari Pondok edelweis hingga ke Pos V akan
memakan waktu kurang lebih 50 menit.
Pondok
Cantigi (Pos V) – Bibir kawah sebelah barat laut (Puncak Guci) 3205 mdpl.
Plawangan
guci hari itu diselimuti kabut tebal dan terlihat menyeramkan,angin mendesau
dari bawah kami,membuat kami kedinginan. Cuaca saat itu sangat tidak bisa
diprediksi,terkadang angin tenang,tetapi tiba-tiba menjadi ganas.. kami sudah
down melihat kondisi alam yang seperti itu,tetapi kami memiliki tekad yang
kuat,bahwa kami akan sampai puncak gunung ini. Meski badai menghempas kami.
Mendekati
bibir kawah, haruslah berhati – hati karena jalannya melewati tanah berpasir
halus dan berasap belerang. Terkadang tanah tersebut terasa hangat. Resiko
keracunan belerang bisa saja terjadi. Jadi ada baiknya menyiapkan masker, dan
berjalan cepat dan tegak, untuk mengurangi resiko. Karena belerang lebih berat
dari udara dan berada di dekat tanah.
Puncak
Guci Dalam Kondisi Badai
Waktu
tempuh dari Pos V hingga bibir kawah ini sekitar 2 jam.
Jalur
Pendakian Kaliwadas
Kaliwadas
merupakan sebuah dusun yang berketinggian 1850 mdpi dan masuk wilayah Desa
Dawehan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, atau tepatnya berada pada barat
daya lereng Gunung Slamet. Untuk menuju Kaliwadas dapat ditempuh dari kota
Bumiayu menuju Pangasinan dengan menggunakan Angkutan Pedesaan jenis Colt yang
memakan waktu 2 jam. Setiba di Pasar Pangasinan, perjalanan dilanjutkan menuju
Kaliwadas dengan menggunakan Jeep Hardtop atau menggunakan angkutan umum jenis
kendaraan terbuka yang beroperasi hingga pukul 18.00 wib. Pendaki dapat
menyiapkan segala perbekalan dan perizinan dari Kaliwadas ini. Kira - kira 300
m selepas jalan desa, pendaki diarahkan menuju jalan setapak. Satu jam kemudian
pendaki akan melewati Tuk Suci yang oleh penduduk setempat diartikan sebagai
mata air suci. Di Tuk Suci ini terdapat aliran air yang dibendung, yang
berfungsi sebagai pengairan desa di bawahnya. Selepas Tuk Suci, medan mulai
menanjak menembus lorong-lorong tumbuhan Bambu yang berukuran kecil. Penduduk
sekitar menyebutnya Pringgodani. Enam puluh menit kemudian pendaki akan tiba di
pondok Growong. Pondok Growong merupakan tempat yang cocok untuk mendirikan
tenda. Di sekitar area ini banyak ditemukan pohon besar yang di bawahnya
terdapat lubang berukuran cukup besar. Selepas pondok Growong lintasan relatif
datar sampai pada sebuah jembatan kecil yang bemama taman Wlingi, yang berada
di ketinggian 1953 mdpl. Di daerah ini terdapat persimpangan, lintasan yang
lurus dan lebar menuju ke Sumur Penganten. Berjarak 500 m dari area terdapat
sumber air, yang juga merupakan sebuah tempat keramat di mana banyak peziarah
yang datang untuk meminta berkah. Jalur ke kiri merupakan lintasan yang menuju
ke puncak. Keadaan lintasan semakin menanjak. Di sepanjang lintasan mulai
banyak dijumpai pohon tumbang dan pohon penyengat. Lintasan kadang tertutup
oleh semak belukar sehingga pendaki harus waspada agar tidak tersesat. Lintasan
mulai kembali melebar ketika pendaki melewati persimpangan Igir Manis yang
berada di ketinggian 2600 mdpl. Di sekitar area ini akan didapati tetumbuhan
Adelweiss dan tetumbuhan Arbei. Setelah itu pendaki akan sampai di Igir Tjowek
yang berada di ketinggian 2750 mdpl. Daerah ini masuk kawasan Gunung Malang. Di
sini terjadi pertemuan jalaur ini dengan jalur Baturaden. Beberapa meter
kemudian barulah pendaki tiba di Plawangan. Plawangan merupakan sebuah tanah
yang cukup datar di daerah terbuka, sekaligus merupakan batas vegetasi. Untuk
menuju puncak dibutuhkan waktu kira-kira 2 jam. Pendaki dapat berangkat pagi
agar dapat menikmati keadaan puncak dan sekitamya dalam keadaan cuaca cerah.
Selepas Plawangan lintasan semakin tajam hingga mencapai sudut pendakian 60.
Selanjutnya keadaan lintasan semakfn parah dengan medan bebatuan vulkanik yang
mudah longsor. Bau belerang terasa menyengat dari kawah ketika pendaki tiba di
puncak bayangan. Setiba di daerah ini, pendaki tinggal melipir pada gigir kawah
menuju arah timur. Setelah melewati Tugu Surono yang berupa tumpukan batu,
pendaki akan sampai di puncak tertinggi
Gunung Slamet yang ditandai dengan patok triangulasi dan tower. Dulu
tempat ini juga digunakan sebagai pemantauan aktivitas gunung api ini. Di
puncak tertinggi kedua se-Jawa ini pendaki dapat menyaksikan pemandangan pada
arah timur. Tampak beberapa puncak seperti Gunung Sumbing, Sundoro, Merbabu,
Merapi, dan puncak Ciremai di arah barat. Semuanya berdiri kokoh sekan-akan
menjadi pasak bumi Pulau Jawa.
Jalur Pendakian Baturaden
- Start
– Pos 1
Kordinat
Titik Start adalah 109o13’04’’E, 07o18’05’’S.
Titik Start berupa tempat yang datar dan lapang yang biasa untuk berkemah
di kanan jalan menuju arah Pancuran Pitu yang dilanjutkan dengan jalan setapak
memasuki hutan damar. Medan dari Titik Start menuju Pos 1 berupa jalan
setapak tanah yang landai. Hutan berupa hutan homogen pohon damar yang dikelola
oleh KPH Banyumas. Banyak terdapat tempat datar untuk mendirikan tenda di
sepanjang perjalanan menuju Pos 1. Tepat sebelum Pos 1 kita akan melewati
sungai kecil dan dilanjutkan tanjakan terjal dengan batuan yang licin. Setelah
tanjakan tersebut kita sampai di Pos 1. Pos 1 berupa tempat datar dengan
pohon–pohon besar yang membuat suasananya menjadi teduh. Tidak begitu luas,
kira–kira hanya cukup untuk 2 tenda dengan ukuran 4 orang. Sumber air di
Pos 1 ini adalah sungai musiman yang kita temui sebelum Pos 1 tadi, tetapi
ketika kemarau panjang sungai tersebut kemungkinan kering. Perjalanan dari
Titik Start hingga Pos 1 memakan waktu kira–kira 1 jam.
- Pos 1
– Pos 2
Perjalanan
menuju Pos 2 diawali dengan tanjakan yang masih berupa jalan setapak tanah.
Secara umum medan masih cukup landai dan bersahabat namun sesekali kita akan
menemui tanjakan–tajakan ringan di sepanjang perjalanan. Setelah Pos 1 vegetasi
mulai berubah menjadi hutan heterogen bersemak. Akar-akar pohon yang banyak
terdapat di sepanjang jalan membentuk tangga alami memudahkan kita untuk
melewati tanjakan–tanjakan namun kadang menyulitkan karena sering juga membuat
kaki tersangkut. Di jalur ini mulai banyak ditemui pohon–pohon tumbang yang
menghalangi jalan. Setelah sekitar 2,5 jam perjalanan sampailah kita di
Pos 2. Pos 2 terletak di koordinat 109o12’29’’E, 07o17’18’’S.
Pos 2 ini berupa tempat datar yang lapang. Pos 2 ini kira–kira memuat 3-4
tenda ukuran 4 orang ditandai dengan pohon tumbang yang menghalangi jalan
masuknya. Di Pos 2 terdapat sumber air berupa sungai yang cukup bisa diandalkan
walaupun sedang musim kemarau. Untuk menuju sungai tersebut, kita mengambil
jalan turunan pada percabangan tepat setelah Pos 2. Di situ terdapat sungai
yang lumayan besar. Pada musim kemarau sungai tersebut hanya berupa genangan
air kotor sehingga harus disaring dan dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
- Pos 2
– Pos 3
Pos
2, Terlihat Ada Pohon Tumbang di Jalan Masuknya
Dari
Pos 2 menuju Pos 3 tidak terlalu jauh, kira–kira hanya memakan waktu sekitar 1
jam. Medan berupa jalan tanah setapak yang menanjak dengan vegetasi masih
berupa hutan heterogen bersemak. Pos 3 terletak di kordinat 109o12’23’’E,
07o16’50’’S ditandai dengan adanya tugu triangulasi yang
menunjukkan ketinggian 1664 mdpl. Pos 3 tidak terlalu luas, kira-kira
hanya bisa untuk 2 tenda ukuran 4 orang.
- Pos 3
– Pos 4
Pos
3, Terlihat Triangulasi Penunjuk Ketinggian
Setelah
Pos 3 medan mulai konsisten menanjak terjal. Jalan yang dilalui masih berupa
jalan setapak dengan vegetasi berupa hutan heterogen bersemak. Dalam perjalanan
ke Pos 4 ini tangga–tangga akar pohon mulai terasa sangat berguna seiring
dengan medan yang semakin menanjak. Di sepanjang perjalanan terdapat beberapa
tempat datar yang di sebut pos bayangan yang cukup untuk 1 – 2 tenda dan
sangat berguna karena jarak Pos 3 ke Pos 4 lumayan lama yaitu sekitar 3 – 4
jam. Pos 4 sendiri terletak di kordinat 109o12’03’’E, 07o15’55’’S.
Di Pos 4 ini mempunyai dua bagian terpisah oleh semak belukar, bagian depan
hanya bisa untuk mendirikan 2 – 3 tenda, sedangkan bagian belakang di utara
bagian depan bisa untuk mendirikan 3 – 4 tenda dengan suasana lebih teduh dan
lembab.
- Pos 4
– Pos 5 (Plawangan)
Pos
4
Jalur
menuju Pos 5 berupa jalan tanjakan menuju sebuah puncakan. Susana pendakian
yang mulanya selalu teduh mulai terasa panas karena pohon-pohon besar
sudah mulai jarang dan berganti dengan cantigi. Vegetasi mulai didominasi oleh
semak belukar sehingga sering kita harus bersusah payah melewati jalur berupa
terowongan–terowongan semak belukar. Mendekati puncakan jalan semakin menanjak.
Di puncakan inilah pertemuan jalur Baturaden dengan Kaliwadas. Dari sini arah
pendakian yang mulanya ke utara berubah menjadi ke timur dan medan yang akan
dilalui menjadi lebih datar bahkan menjadi turunan. Daerah di sepanjang jalan
menuju Pos 5 ini merupakan daerah rawan kebakaran, bisa dilihat dari banyaknya
bekas kebakaran yang kita temui. Setelah berjalan sekitar 3 jam dari Pos 4 kita
akan sampai di Pos 5. Pos 5 berupa dataran bertingkat dengan beberapa pohon
besar di sekitarnya. Keberadaan pohon–pohon ini melindungi Pos 5 dari terpaan
angin secara langsung sehingga membuatnya menjadi tempat bermalam yang cukup
aman. Terdapat tempat yang cukup luas untuk mendirikan beberapa tenda di sini.
Dari Pos 5 ini kita bisa melihat dengan jelas medan yang akan kita lewati
menuju puncak Gunung Slamet. Pos 5 merupakan batas vegetasi. Letak kordinat Pos
5 adalah 1109o12’26’’E, 07o14’55’’S dan di sinilah
para pendaki biasa meninggalkan barang bawaannya sebelum menuju puncak jika
pulangnya akan kembali ke jalur Baturaden atau Jalur Kaliwadas.
- Pos 5
(Plawangan) – Puncak
Puncak
Slamet, Terlihat Gunung Sundoro dan Sumbing di Kejauhan
Jalur
dari Pos 5 menuju puncak berupa tanjakan batu yang terjal. Perjalanan menuju
puncak sangatlah kering karena bisa dibilang dari Pos 5 menuju puncak sudah
tidak ada lagi tanaman. Medan berupa batu–batuan lepas dengan jalur yang kurang
jelas. Awalnya kita harus mengambil tepat di tengah punggungan kemudian setelah
sampai di bibir kawah jalur akan melipir ke arah kanan menuju puncak Gunung
Slamet dengan ketinggian 3432 mdpl. Para pendaki diharapkan tidak terlalu lama
di puncak karena adanya bau belerang yang cukup menyengat dari gunung berapi
yang masih aktif ini. Puncak Gunung Slamet ditandai dengan tugu tumpukan batu.
Perjalanan dari Pos 5 menuju puncak bisa ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam.
Jalur
Via Kaligua
Pendakian
yang kami lakukan pada tanggal 16 – 17 Agustus 2008 melalui jalur Kaligua, yang selama ini
jarang/hampir tak pernah dilalui oleh pendaki-pendaki gunung pada umumnya,
membuka pikiran kami betapa indahnya jalur yang kami lalui dan betapa besar
potensi potensi wisata daerah Brebes khususnya bagian Selatan apabila
Pemerintah Daerah Brebes bias mempromosikannya dengan menjadikan jalur wisata
Kaligua menjadi jalur resmi akses pendakian ke Gunung Slamet untuk lereng
barat.
Kurang
dikenalnya jalur ini disebabkan banyak faktor yang menyertai, misalnya sarana
dan prasarana transportasi yang kurang memadai/sulit untuk bisa sampai di
lokasi wisata/basecamp pendakian, yang disebabkan karena kondisi jalan yang
jelek sehingga promosi wisata yang sudah pernah dilakukanpun seolah-olah kurang
menyedot pengunjung/wisatawan untuk datang.
Potensi wisata yang ada pada jalur
pendakian Gunung Slamet lewat jalur wisata Kaligua sangat besar dan tergolong
langka/tiada duanya didaerah manapun, antara lain: Telaga Ranjeng dengan ikan
lelenya, Agro Wisata (perkebunan teh) Kaligua, Gardu Pandang Puncak Sakub dan
yang masih belum tersentuh dan jarang dikunjungi orang seperti Hamparan Taman
Wlingi, Taman Suket, Taman Krinyu, Taman Dringo lalu Sumur Penganten, yang
semua itu berada ditengah hutan rimba pada jalur pendakian dan terletak tidak
jauh dari Puncak Sakub.
a. Telaga Ranjeng
Telaga ini terletak pada ketinggian ±
1.000 m dpl dengan luas ± Ha.,
memanjang ke Utara kemudian berbelok ke Timur membentuk huruf L dengan sisi
kiri kanannya dikelilingi bukit yang tinggi dengan tumbuhan (flora) yang masih
asli, kecuali pada sisi ujung selatan yang hanya dibatasi jalan raya di pinggir
tebing vertikal yang curam dan dalam.
Telaga
Ranjeng pada sore hari
Keunikan
telaga alam ini adalah di samping kontur
alamnya yang unik, flora dan fauna masih terjaga keasliannya. Salah satu yang
terkenal dengan telaga ini adalah “Taman Ikan Lele” . Dan yang lebih
mengagumkan lagi lele yang jumlahnya beribu-ribu itu sangat jinak dengan
pengunjung. Setiap pengunjung yang datang bisa memberi makan ikan lele dengan
sebuah roti di atas tangan.
b. Agro Wisata
Dari obyek wisata telaga ranjeng ke arah
Timur berjarak ± 1 km terbentang dataran tinggi yang luas dan berbukit-bukit
dengan ketinggian yang berfariasi dari 1.200 M dpl sampai 1.500 M dpl. Hampir
seluruh dataran ini ditanami pohon teh, yang sebagian perkebunan rakyat dan
sebagian lagi milik PTP IX Kaligua. Tidak hanya itu saja, tanaman sayurpun
banyak menghiasi sebagian bukit-bukitnya. Dan dukuh Kaligua sendiri terletak
pada dataran yang lebih rendah dari yang lainnya, yaitu sebuah lembah
dikelilingi bukit perkebunan teh, sehingga sangat indah bila dilihat dari atas
sepanjang perjalanan sebelum memasuki perkampungan Kaligua tersebut.
Di
Kaligua terdapat juga pabrik teh peninggalan Belanda yang sampai sekarang masih
berproduksi milik PTP IX. Fasilitas yang lain yaitu sarana out bound, villa,
ada juga café.
c. Gua Jepang
Obyek ini terletak di arah Timur Laut ± 2
km dengan jalan yang masih lebar akan tetapi tidak beraspal melainkan batu yang
tertata rapi dan terbiasa untuk lalu lintas truk pengangkut teh. Gua ini
terletak di salah satu cerukan bukit dan menembus bukit yang kemudian bermuara
di cerukan bukit sebelahnya.
Gua
ini dahulu digunakan tentara Jepang untuk tempat persembunyian. Di dalamnya gua
ini membentuk sebuah labirin atau jalan yang berliku-liku dan sangat
membingungkan. Setiap pengunjung yang ingin masuk harus ditemani oleh penunjuk
jalan dengan penerangan sebuah lampu Petromaks. Pengunjung akan dibawa masuk
dengan cara merunduk di pintu gua, dan kemudian berjalan seperti biasa setelah
di dalam, karena atap di dalam gua lebih tinggi daripada di mulut gua.
Dahulu
tembok gua ini masih dipenuhi balok kayu jati disepanjang dinding dan atapnya
sebagai penahan runtuh, dan dipaku menggunakan pasak-pasak besi baja . Sangat
disayangkan, balok penahan tersebut sudah tidak ada lagi karena di ambil dan
dijual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab pada jaman orde baru.
d. Gardu Pandang Puncak Sakub
Entah karena apa puncak ini dinamakan
sakub. Menurut penduduk setempat, pada jaman dahulu ada orang sakti dan
disegani orang yang meninggal dan dikuburkan di bukit tersebut.
Puncak
Slamet ilihat dari bukit Sakub
Puncak
bukit ini terletak paling ujung arah Timur Laut dan berjarak 3 km dari gua
Jepang dan merupakan puncak tertinggi perkebunan teh Kaligua dan sudah
berbatasan dengan hutan belantara Gunung Slamet. Bukit ini sangat terbuka dan
sangat lepas pemandangannya. Di situ juga terdapat sebuah panggok (gubuk) untuk
sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan dari ketinggian melihat gunung
Slamet.
Di
sebelah utara bukit ini terdapat jurang menganga dengan hutan aslinya. Sebelah
Timur berbatasan dengan hutan asli. Sebelah selatan adalah rangkaian puncak
bukit tertinggi perkebunan teh yang berbatasan dengan hutan asli. Sebelah barat
adalah hamparan perkebunan teh Kaligua.
e. Jalur Pendakian
Dari puncak Sakub kita memasuki hutan
belantara asli (Alas Tua) lewat gerbang Gringging Bundel yaitu sebuah pohon
besar di pintu masuk hutan. Di sini aroma mistis mulai terasa, karena di bawah
pohon besar tersebut terdapat sesaji. Katanya setiap orang yang lewat situ
harus permisi atau “Kulonuwun” yaitu dengan cara melempar uang receh berapapun
di depan sesaji. Kemudian jalan langsung menuruni bukit di tengah hutan dan
lima menit kemudian ketika sampai bawah bertemulah sebuah hamparan datar
terbuka dengan tumbuhan yang tumbuh secara homogen yaitu tumbuhan Wlingi.
f. Taman Wlingi
Hamparan terbuka tersebut dinamakan Taman
Wlingi oleh penduduk setempat. Tumbuhan tersebut berdaun lancip mencuat ke atas
mirip pohon Nanas dan di pucuk daunnya biasanya tumbuh bunga. Tanaman ini
banyak dikenal sebagai bahan pembuat tikar. Di musim penghujan biasanya taman
ini tergenang air hingga sampai leher orang dewasa sehingga tidak biasa
dilalui.
Taman
Wlingi
Setelah
melewati taman ini, kemudian kembali masuk hutan belantara dengan medan yang
masih datar. Selama kurang lebih setengah jam kemudian hutan kembali sedikit
terbuka dan dijumpailah tumbuhan liar
yang oleh orang daerah Brebes dikenal dengan tumbuhan krinyu/kreo. Tumbuhan ini
banyak terdapat dipinggir kali atau sungai bahkan di pinggir jalan di sekitar
kita. Yang membedakan hanya tumbuhan krinyu/kreo di hutan ini mempunyai
ketinggian hampir 2 m sehingga kita harus merunduk di bawahnya seperti masuk lubang gua yang sempit. Dan
setelah kita melewati pohon Krinyu, kita dikejutkan oleh pemandangan di
hadapan kita sebuah tempat yang terbuka
yang hanya ditanami tumbuhan sejenis yaitu alang-alang dan rerumputan
g. Taman Suket
Taman
Suket
Orang-orang sekitar menamakan tempat ini
dengan Taman Suket. Taman Suket adalah sebuah sabana yang ditumbuhi rumput
ilalang yang cukup rapat dan ketat. Di sini banyak dijumpai kotoran hewan liar.
Dan dilihat dari ukurannya sepertinya hewan-hewan besar yang berkeliaran di
taman ini. Untuk keluar dari taman ini kita harus sekali lagi melewati
pepohonan krinyu di sisi seberangnya, dan kemudian kembali masuk hutan dengan
medan yang sama yaitu masih datar. Dan setengah jam kemudian kita menjumpai
kembali tumbuhan krinyu/kreo akan tetapi tidak selebat di Taman Suket, dan
kemudian menjumpai kembali areal terbuka menghadap gunung Slamet tepat ini
hanya ditumbuhi rumput biasa dan jalan setapak mulai bercabang. Cabang yang
pertama menyeberangi tempat terbuka ini, dan jalan yang satu masuk hutan
melalui pojok arah tenggara taman ini dan sekitar dua ratus meter memasuki
hutan kita akan menjumpai tempat terbuka berbentuk huruf L yang luasnya dua
kali areal terbuka tadi dan hanya ditumbuhi tanaman Dringo (sambetan).
h. Taman Dringo
Tempat ini banyak dibicarakan orang
karena namanya Taman Dringo. Sebenarnya
tanaman ini merupakan tanaman obat. Biasanya kalau di kampung jika ada anak
kecil sakit diberi ramuan obat dari tumbuhan ini. Atau jika ada orang kesambet
(kesurupan) maka tanaman ini sebagai penangkalnya. Atau biasanya banyak
dijumpai pada ibu-ibu yang sehabis bersalin atau melahirkan, ramuan tumbuhan
inilah yang banyak digunakan.
Taman
Dringo
Tumbuhannya
seperti daun pandan, hanya kecil, tipis kasar dan tidak kaku. Jika daunnya
dipotong atau disobek akan tercium aroma wangi, sedap dan hangat. Kemungkinan
tumbuhan ini mengandung zat analgesik atau pereda rasa sakit ataupun penurun
panas atau demam tinggi. Hal ini terbukti dengan kasus kesurupan yang biasanya
orangnya mengigau atau meracau. Secara medis orang yang mengigau biasanya
selain dalam keadaan tidur, kalau tidak, dalam keadaan demam tinggi. Dan
tumbuhan ini banyak dimanfaatkan orang-orang pedesaan sebagai obatnya.
Sampai
saat ini habitat Dringo di tempat tersebut hampir rusak dan punah dikarenakan
tumbuhan ini banyak dijarah penduduk dari kabupaten Banyumas untuk bahan
pembuat jamu, yang menyebrang lewat hutan dan mereka ini kebanyakan pengusaha
jamu lokal. Jika hal ini dibiarkan maka keunikan taman ini hanyalah hamparan
sabana biasa.
i. Sumur Penganten
Cabang jalan lain yang menyeberangai
tempat terbuka ini akan menjumpai kembali pohon krinyu beberapa meter dan
kemudian kita akan bertemu dengan jalan setapak yang lumayan lebar dan datar
yang melintasi areal hutan pohon krinyu yang sangat luas dan seratus meter ke
arah kanan kita akan menjumpai sumur penganten yang terletak paling ujung
selatan hutan krinyu dan berbatasan dengan bukit dengan hutan belantara.
Di
areal ini terdapat dua buah sumur yaitu sumur lanang (laki-laki) dan sumur
wadon (perempuan). Sumur yang biasa dipakai peziarah yang mencari pesugihan,
adalah sumur wadon. Kita bisa menuruni sumur ini lewat anak tangga sampai
separoh badan sumur kemudian tangga berikutnya tangga besi vertikal sampai dasar sumur. Di dasar sumur tersebut
terdapat penampungan air yang banyak diambil para pengunjung untuk pesugiahan.
Pada hari-hari tertentu tempat ini banyak dikunjungi peziarah dari berbagai
daerah baik dari Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan Jawa Timur.
j. Alas Krinyu/Kreo (Hutan Krinyu/Kreo)
Areal ini dibatasi Sumur Penganten pada
ujung sebelah Selatan dan Pondok Growong pada ujung utara jaraknya hampir
setengah jam berjalan tanpa henti dengan kanan kiri pohon krinyu setinggi dua
meter dan tumbuh sangat lebat serta rapat sehingga membentuk lorong yang sangat
panjang. Pemandangan ini sangat langka dan sangat indah. Jalan setapaknya cukup
lebar dan datar. Tapi dibalik keindahan dan kelangkaannya, justru tempat
tersebut adalah sebagai tempat yang paling menyeramkan yaitu yang dijuluki
“Pasar Setan”.
Katanya
di tempat ini kadang-kadang ada yang menjumpai suara hiruk pikuk pasar tetapi
tidak ada wujudnya. (Believe it or not).
Dan
kemudian pada dua pertiga perjalanan kita akan menjumpai persimpangan dipinggir
jembatan yang menyeberangi sungai kecil. Kalau lurus menyeberangi jembatan
menuju pondok Growong dan menuju jalur pulang Dk. Kaliwadas Kecamatan Sirampog,
dan jika ke kanan menuju puncak gunung Slamet. Kita berbelok ke kanan dengan
kodisi jalan setapak yang masih datar, dan pepohonan krinyu mulai ditinggalkan
dan kembali masuk hutan dan setengah jam kemudian kita sudah berhadapan dengan
tanjakan pertama sebentar tapi cukup melelahkan. Ujung tanjakan merupakan
punggungan sebuah bukit lereng gunung Slamet. Selama tiga jam mengikuti lekuk
punggungan bukit dengan jalan yang berfariasi, menanjak landai, datar
berbelok-belok dengan pemandangan monoton hutan belantara.
k. Tugu Pertamina
Entah kenapa tugu atau tempat ini dinamai
Pertamina. Tempat ini berada pada sebuah cerukan bukit di bawah Igir Malang. Di
tempat ini pemandangan sudah mulai agak terbuka dan di sana-sini sudah mulai
nampak bunga Edelweiss. Hal itu menandakan tempat ini sudah berada di
ketinggin. Igir Malang sebagai bukit dan tanjakan terakhir serta Puncak Slamet
di belakangnya sudah di depan mata. Dari Tugu Pertamina jalan naik sedikit
menuju kaki Igir Malang.
l. Igir Malang
Puncak
Slamet dan buangan kawahnya dilihat dari Igir Malang
Igir Malang (Bukit Melintang) adalah
tanjakan terakhir yang paling panjang dan melelahkan. Akan tetapi, pendaki akan
disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Pendaki akan menaiki bukit
dengan kemiringan 60o dibawah rerimbunan pohon edelweiss serta semak ilalang.
Sebelah kanan dan kiri bukit terdapat jurang menganga dengan latar belakang
puncak Slamet yang gersang dengan jalur laharnya dan begitu megahnya. Dengan
bebatuan yang merah kecoklatan serta jalur lahar yang sangat besar serta
bebatuan vulkaniknya yang hitam kelam di lerengnya yang membuat betapa kecil
diri kita melihat ciptaan Tuhan yang sedemikian megah. Pemandangan ini
mengobati kelelahan pada medan yang terberat ini. Setelah sampai di puncak igir
malang, jalan setapak kemudian bertemu dengan jalur Baturraden, jalan kembali
datar dan sesekali menurun kemudian menanjak beberapa meter, lalu sampailah ke
batas vegetasi, yaitu batas bahwa tempat tersebut merupakan tempat tumbuhan
terakhir yang tumbuh. Orang sekitar menamai tempat ini “Plawangan” (pintu),
karena seolah-olah tempat ini merupakan pintu gerbang menuju Puncak Slamet.
Tempat ini sudah berada pada ketinggian 2.900 M dpl dengan suhu udara yang
sudah cukup menggigil pada siang hari dan akan berubah lebih ekstrim lagi pada
malam hari hampir mendekati 0o C bahkan bisa minus atau di bawah 0o. Dan pendaki sudah berhadapan dengan Puncak
Slamet yang gersang dan megah dangan jalur lahar di sebelah kiri yang membentuk
gundukan bongkahan batu hitam raksasa dari puncak gunung menuju lembah di
bawahnya. Pemandanganpun sudah terbuka lebar dengan hamparan awan di bawah kita
dan Gunung Ceremai kelihatan di cakrawala sebelah barat kita. Sampai disini
kelelahan pendaki terobati oleh pemandangan yang tiada duanya sambil menunggu Matahari
terbenam (Sun set) dengan sinar merahnya yang menerpa hamparan awan menyambut
malam.
m. Puncak Slamet
Setelah bermalam sebentar dalam tenda
dengan suhu yang sangat ekstrim dinginnya, pada pukul dua dini hari, pendaki
mulai dibangunkan untuk melakukan Summit Attack (penaklukan puncak).
Saya
dengan latar belakang Tapal Kuda Kawah Slamet
Pada
jalur ini adalah jalur terbuka tanpa tumbuh-tumbuhan sepanjang ± 500 m dengan
bebatuan tajam yang mudah longsor banyak ceruk-ceruk di kanan kiri. Medan ini
bisa ditempuh paling cepat duapuluh menit bahkan bisa berjam-jam tergantung
kondisi fisik. Di sini kehati-hatian dalam berpijakan pada batu mutlak
diperlukan, karena jika tidak bisa terluka karena terjatuh dan tergelincir di
atas bebatuan cadas yang tajam. Beberapa meter menuju puncak, medan yang didaki
mulai lebih tegak dan berpasir sehingga tidak ada batu untuk berpegangan. Dan
pada akhir tanjakan, pendaki akan melihat pemandangan puncak Slamet dengan
hamparan kawahnya yang sangat luas, yang berbentuk kaldera. Puncak ini adalah
puncak bayangan yaitu bibiran kawah tipis seperti pematang dengan dinding kawah
yang tegak lurus dan dalam. Kemudian pendaki melipir bibir kawah yang tipis ke
kanan kemudian naik punggungan tipis dengan kemiringan 45o setelah sampai atas,
punggungan tipis itu menjadi lebar dan tempat inilah puncak tertinggi yaitu
bibir kawah sebelah Selatan yang ditandai dengan tugu ketinggian bertuliskan 3.428 m dpl dan dari sini kita
bisa melihat keempat kawahnya dengan lubang kawah utama berada di
tengah-tengah, dan sebelah Timur Laut kompleks kawah terdapat lembah lautan
pasir (kawah mati).
Flora
Fauna di G. Slamet
Kawasan hutan lindung
Gunung Slamet seluas 20 ribu hektare, merupakan kawasan ekosistem terlengkap di
pulau Jawa. Penelitian yang dilakukan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Banyumas Timur, masih menjumpai binatang langka dan tanaman langka khas
Jawa. Seperti burung elang jawa, macan tutul, surili jawa, owa jawa, rekretan,
kucing hutan, dan kijang. Sedang untuk jenis tanaman seperti anggrek permata,
kantong semar, palem jawa, dan pinang jawa, edelweeis.
Perkembaangan
Terbaru , Aktivitas Gunung Slamet Mulai Menurun
Kamis,
13 Maret 2014 10:23
Liputan6.com,
Purbalingga - Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, menyiapkan posko
pengungsian dan jalur evakuasi bagi warga yang bermukim di wilayah terdekat
dari puncak Gunung Slamet, guna mengantisipasi kemungkinan naiknya status
menjadi Awas.
Bupati Purbalingga
Sukento Rido Marhaendrianto mengatakan, terus memantau perkembangan aktivitas
Gunung Slamet pascastatusnya ditingkatkan dari Normal (level I) menjadi Waspada
(level II). Pihaknya sudah mengintruksikan jajarannya untuk mengantisipasi
berbagai kemungkinan yang terjadi, serta berkomunikasi dengan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) maupun Badan Geologi.
"Saya memantau
terus, baik melalui BPBD maupun langsung dengan Badan Geologi. Meskipun
aktivitasnya terus menurun, saya minta masyarakat tetap tenang. Mudah-mudahan
hanya begini saja dan tidak berlanjut," kata Sukento, Purbalingga, Jawa
Tengah, Kamis (13/3/2014).
Sementara Sekretaris
Daerah Purbalingga Imam Subijakto menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi
dengan jajajaran terkait terkait teknis, dan menyiapkan jalur evakuasi.
"Saat ini, kami fokus dengan persiapan teknis serta berkoordinasi dengan
berbagai pihak. Termasuk menyiapkan masker, obat-obatan, dan posko kesehatan.
Jalur evakuasi juga sudah disiapkan oleh TNI dan tim SAR."
Menurut Imam, pihaknya
akan terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Slamet melalui Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Serta mengoordinasikan segala
kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas tersebut
Selain itu, lanjut
Imam, pihaknya juga menginventarisasi segala keperluan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga, TNI, Polri, SAR, dan kesiapan warga.
"Walaupun statusnya baru Waspada (level II), saya mengimbau masyarakat
tetap dalam kondisi waspada."
"Warga terdekat
khususnya Dukuh Bambangan dan sekitarnya diminta tetap berhati-hati dalam
aktivitasnya, karena sewaktu-waktu peningkatan status bisa saja terjadi,"
katanya.
Maka itu, Imam meminta
warga untuk tetap tenang serta beraktivitas seperti biasa dan anak-anak sekolah
untuk semetara belum diliburkan. "Pokoknya masyarakat tidak usah panik,
namun tetap meningkatkan kewaspadaan," tegas Imam.
Sementara Komandan
Komando Distrik Militer 0702/Purbalingga Letnan Kolonel Infanteri Agustinus
Sinaga mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan jalur evakuasi. Hal ini guna
mengantisipasi kemungkinan Gunung Slamet mengalami peningkatan status pada
level yang mengancam keselamatan warga.
"TNI dan Pemkab
Purbalingga sudah siap mengevakuasi warga ke berbagai titik. Titik evakuasi
pertama adalah masjid-masjid terdekat, balai desa sampai dengan kecamatan.
Apabila dirasa masih membahayakan, para pengungsi akan dievakuasi ke Stadion
Goentoer Darjono dan GOR Mahesa Jenar Purbalingga yang ada di pusat kota,"
katanya.
Dia juga meminta aparat
untuk tidak segan-segan memberi peringatan kepada masyarakat untuk tidak
mendekati zona berbahaya. "Jika ada warga yang nekat mendekati zona
berbahaya, silakan ditindak dengan tegas," tegas Agustinus. (Ant/Ismoko
Widjaya)
KASUS
- KASUS SAR di G. Slamet
INILAHCOM, Purbalingga
- Petugas Search and Rescue (SAR) gabungan mengevakuasi 19 pendaki dari puncak
Gunung Slamet ke pos pendakian di Dusun Bambangan, Desa Kutabawa, Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah.
Mereka berasal dari
Jakarta dan tiba di Pos Bambangan dalam dua rombongan.
"Rombongan pertama
tiba pukul 04.00 WIB, sedangkan yang kedua tiba pukul 07.00 WIB," kata
petugas SAR Kutabawa, Slamet Hardiansah, kepada wartawan di Purbalingga, Rabu
(12/3/2014).
Petugas SAR gabungan
yang dibantu TNI melakukan penjemputan terhadap para pendaki setelah menerima
informasi masih ada pendaki yang berada di Pos 2 dan Pos 5 pada jalur pendakian
Bambangan.
Salah seorang pendaki
Risnandar (21) mengaku mendaki Gunung Slamet bersama teman-temannya yang
berjumlah 10 orang pada hari Senin (10/3).
Menurut dia, rombongan
pendaki itu tidak mengetahui jika Gunung Slamet mengalami peningkatan
aktivitas. "Kami tidak merasakan adanya getaran atau suara gemuruh,"
katanya.
Dalam kesempatan
terpisah, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan
Olahraga (Dinbudparpora) Purbalingga Prayitno mengatakan sejumlah pendaki nekat
mendaki meskipun telah mengetahui status Gunung Slamet ditingkatkan menjadi
waspada.
"Petugas kami yang
berada di posko Bambangan sempat melarang sembilan orang pendaki asal
Pekalongan. Namun rupanya, para pendaki ini nekad melakukan pendakian pada hari
Senin (10/3), sekitar pukul 21.00 WIB, meskipun sudah mengetahui status Gunung
Slamet yang Waspada," katanya.
Oleh karena itu, kata
dia, pihaknya segera melakukan penjemputan terhadap para pendaki tersebut
termasuk pendaki yang telah berangkat sejak Senin pagi.
TEMPO.CO, Purbalingga -
Dari 21 pendaki yang dicari keberadaanya di Gunung Slamet, Jawa Tengah, kini
tinggal 16 pendaki yang belum diketahui keberadaannya. Tim SAR Kutabawa tengah
mencari para pendaki tersebut.
"Kami sedang
melakukan perjalanan, melakukan evakuasi 16 pendaki yang belum diketahui
keberadaannya," kata anggota SAR Kutawaba di pos Bambangan, Purbalingga,
Slamet Hardiyansah, Selasa, 11 Maret 2014.
Ia mengatakan tim harus
menembus pekatnya kabut malam karena mereka berangkat sekitar pukul 18.00 WIB.
Hujan juga sempat mengguyur lereng Slamet menjelang sore hari. Berdasarkan
manifes pendakian di pos Bambangan, ke-16 pendaki itu berasal dari Jakarta.
Kiki, 27 tahun, pendaki
asal Pekalongan, mengatakan mereka bertemu pendaki dari Jakarta di sekitar pos
II dan pos V. "Kami tidak melanjutkan ke puncak karena sebelumnya sudah
dilarang petugas," ujarnya. (Baca: Status Gunung Slamet Masih Waspada)
Berdasarkan catatan di
pos Bambangan, pendaki Slamet yang belum turun terdiri atas tiga kelompok.
Kelompok pertama berasal dari Yogyakarta, yakni Stanley Risaranti, Denis
Bimbin, Micahel Daud Tonda, Satrio Pangauan, dan Arthur. Kelompok kedua berasal
dari Jakarta, yakni Risnandar, Iqbal, Guntur, Buyung Maaz, Doni, Ocit, Ngadap,
Puspo, dan Novi. Kelompok ketiga berasal dari Kampung Baru, Jakarta Barat,
yakni Anwar Assyubali, Ahmad Fadhi, Achmad Disbit Fathony, Maulana Shidqi,
Hafani, Achmad Sobari, Roy Rianto, Irwandi Septian, dan Ardiansyah.
Para pendaki asal
Yogyakarta mestinya sudah turun pada Selasa, 11 Maret 2014. Adapun dua kelompok
pendaki lain, yang berangkat Senin, 10 Maret 2014, akan turun keesokan hari.
Musibah 3428
Mdpl 2001
Apa yg sebenarnya
terjadi di atas sana. Jum’at, 2 Maret 2001″Kami telah menaklukkan gunung
itu.”Disemangati kalimat gagah itu tujuh pendaki Mapagama (MahasiswaPecinta
AlamUniversitas Gajah Mada) Yogyakarta bertekad menaklukkan GunungSlamet.
Selasa (6/2) siang, sekitar pukul 13.00 WIB, mereka pun sudah berada di
garisvegetasi puncak gunung tersebut.Para pendaki yang mengenal puncak Slamet
pasti tahu, garis vegetasi itu tidak hanyamerupakan batas bisa tumbuhnya
tanaman, tapi juga sering menjadi semacam point of no return. Bahaya badai dan
kabut tebal sering datang tiba-tiba begitu pendaki melewati garis tersebut
menuju puncak, dan sulit untuk kembali. Benar juga. Meski sudah mencapai batas
vegetasi, mereka – Turniadi (Dodo), Masrukhi,Dewi Priamsari, Bagus Gentur
Sukanegara, Ismarilianti (Iis), Bregas Agung, dan AhmadFauzan — tidak dapat
meneruskan ke puncak.
Badai tiba dan puncak
Slamet diselimutikabut tebal. Mereka lantas membuat base camp, mendirikan tiga
tenda di dekat garisvegetasi gunung berketinggian 3.432 meter DPL yang terletak
di perbatasan KabupatenPemalang, Banyumas, Tegal, dan Purbalingga itu. Mereka
beristirahat menunggu esokhari. “Sebenarnya Rabu (7/2) pagi pukul 05.00 WIB
cuaca sekitar puncak Slamet cerah.Namun kami tak bisa mendaki, karena belum
mengepak perlengkapan,”kata Gentur. Baru sekitar pukul 06.00 WIB barang-barang
selesai dipak, dengan menyisakan satutenda yang dibiarkan tetap berdiri. Namun
saat itu pula, kabut tebal dan badai anginkencang kembali melanda puncak
Slamet. Mereka kembali masuk tenda.”Kami tak maumengambil risiko hipothermia,
karena suhu di garis vegetasi saja di bawah nol derajatcelcius,” jelas
mahasiswa teknik UGM itu. Sekitar pukul 10.00 WIB, kata Gentur, badaimulai
reda. Meski puncak masih diselimuti kabut, angin tidak lagi menderu
kencang.Saat itulah, Masrukhi dan Dodo yang menjadi mentor anggota baru
Mapagamamemutuskan untuk memulai pendakian ke puncak. Tapi, di tengah
pendakian, badai menghebat kembali. Mereka masuk dalam situasi point of no
return. “Saat itu, kami berada di tengah perjalan antara batas vegetasi dan
puncak. Sempat terpikir untuk kembali ke base camp. Tapi, baik kembali ke base
camp maupun meneruskan ke puncak, sama sulitnya. Akhirnya, kami putuskan untuk
meneruskan pendakian,” jelas Gentur.
Saat itu, jarak pandang
hanya sekitar setengah meter, karena tebalnya kabut. Masrukhi, mahasiswa
Fisipol UMG, tiba-tiba berteriak minta tolong. Diduga terserang hipothermia
(penurunan temperatur tubuh secaramendadak) dan terguling ke lereng. Mereka
mendengar suara itu. Namun, karena tebalnya kabut, tidak bisa melakukan apapun.
“Baru setelah kami berenam sampai puncak, Dodo, Fauzan, dan Gentur, turun
menjemput Masrukhi. Mereka memapah Masrukhi hingga ke puncak Tugu Surono,”
tuturGentur. Tugu itu adalah tanda puncak tertinggi Gunung Slamet. Di puncak
yang juga bibir kawah Slamet itu mereka mendirikan tenda dan menginap semalam.
Saat itu merekatidak mungkin kembali, karena badai makin menjadi-jadi. Namun,
hingga keesokanharinya, Kamis (8/2), badai tak juga reda. “Mengingat kondisi
fisik kami makin lemah, padahal masih membutuhkan tenaga untuk turun, akhirnya
kami putuskan untuk turun,” kenang Gentur. Saat itulah Masrukhi yang kondisi
fisiknya masih lemah kembali terserang hipothermia. Dia sempat terguling, namun
beruntung, Bergas yang ada di depan Masrukhi sempat menghadang tubuhnya. “Kalau
tidak, tubuh Masrukhi saat itu juga sudah masuk jurang,” jelas Gentur.Kelima
pendaki lain segera mendekati tubuh Masrukhi dan Bergas yang terjatuh.
Merekamemutuskan menunda perjalanan, dan kembali mendirikan tenda di sekitar
lokasijatuhnya Masrukhi. Padahal, saat itu mereka masih berada di kawasan
non-vegetasi(tanpa tumbuh-tumbuhan) di Puncak Slamet. Tiba-tiba, beberapa meter
di bawah mereka,terdengar suara beberapa orang yang berteriak-teriak. “Namun
kami takmendengar secara jelas, apa yang mereka ucapkan. Kami hanya bisa
berkomunikasidengan peluit, agar tidak kehilangan kontak,” jelas Gentur.
Mereka lantas meminta
Dewi untuk mendekati asal teriakan itu. Dipandu suara peluit dari pendaki lain,
akhirnya Dewi dapat mendekati mereka. “Mereka pendaki dari Jakarta, tapi tidak
berani memberi pertolongan kepada kami, karena kabut terlalu tebal,” kenang
Dewi. Para pendaki asal Jakarta itu, kata Dewi, memutuskan untuk turun ke
Bambangan, desa terdekat di kaki Gunung Slamet, untuk minta pertolongan dari
desa tersebut. “Saya ikut bersama mereka turun ke bawah,” tutur mahasiswi D-3
Fakultas Geografi UGM yang bersama Gentur selamat dari tragedi pendakian itu.
Maut kemudian merenggut lima nyawa pendaki Mapagama satu demi satu.
Korbanpertama adalah Masrukhi. “Ia menghembuskan napas terakhir di tempat itu.
Di pangkuanDodo,” jelas Gentur. Mereka memutuskan untuk turun meninggalkan
jenazah Masrukhi,dengan pertimbangan akan dievakuasi kemudian. Namun, kondisi
fisik Bergas dan Fauzan sudah sangat kelelahan. Baru turun beberapa meter,
Fauzan terjatuh ke selokandan terguling beberapa meter. Bergas juga kepayahan.
Akhirnya, diputuskan untuk mendirikan tenda dan menginap lagi semalam. Di
tempat ini, Fauzan terserang hipothermia. Sementara, persediaan logistik juga
semakin terbatas, dan tak bisa dimasak karena kompor gas lipat mereka terbawa
Dewi. Mereka hanya makan seadanya, supermi kering, permen dan sambal pecel.
Keesokan harinya,Jumat (9/2), diputuskan hanya Dodo yang turun ke bawah, untuk
minta pertolongan. Namun, hingga Sabtu (10/2), pertolongan tidak kunjung
datang. Akhirnya, dengan hanya berbekal delapan permen, Gentur yang turun.
Sedangkan Iis tetap
menunggui Fauzan dan Bergas. Dalam perjalanan turun, Gentur mengalami kesulitan
yang luar biasa. Posisi mereka turun sejak dari puncak memang sudah bergeser,
tidak lagi di jalur pendakian. Untungnya, ia menemukan alur sungai. “Dengan
mengikuti alur sungai itulah, saya akhirnya sampai kesebuah jalan aspal di Desa
Serang, di antara Baturaden Kabupaten Banyumas dan DesaBambangan Kabupaten
Purbalingga,” ujarnya. Sampai di tempat itu, Ahad (11/2) pagi, iaminta diantar
tukang ojek ke Desa Bambangan. Begitu sampai, Gentur baru tahu Dodotidak pernah
sampai di desa terakhir rute pendakian Gunung Slamet itu. Dari situlah,
kemudian Tim SAR dari berbagai kelompok pecinta alam sejumlahuniversitas,
dibantu warga Bambangan dan Basarnas, memulai upaya pencarian. Yangpertama kali
ditemukan, Senin (12/2), adalah Fauzan, mahasiswa D-3 Geografi UGM,sudah
meninggal di dalam tenda, 20 meter di bawah garis vegetasi. Sementara Iis
danBergas tidak lagi berada di tempat itu.Iis, mahasiswi Fakultas Kehutanan
UGM, baru ditemukan pada Rabu (14/2). Kondisi fisiknya sudah teramat payah,
gigi depan patah, luka di tulang kering kaki kanan, dan leher. Namun, ia masih
sadar. Karena sudah sore, tiga anggota tim SRU(Search andRescue Unit) yang
menemukan Iis memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam.Pada malam itulah,
Iis terserang hipothermia dan meninggal Kamis(15/2) dini hari. Pada Rabu
(14/2), Tim SAR yang memang dipecah-pecah menjadi beberapa unit kecil,juga
menemukan Dodo. Mahasiswa Fak Hukum UGM ini sudah meninggal. Dan,
Bergas,mahasiswa Fakultas Peternakan UGM, ditemukan Sabtu (17/2), juga sudah
meninggaldunia, di dekat batas vegetasi. Korban terakhir yang ditemukan adalah
Masrukhi. Jenazahnya baru ditemukan Senin(19/2) pada lokasi jauh dari tempat
semula ditinggalkan, sekitar 200 meter di atas garisvegetasi — misteri yang
sampai (saat itu) belum terjawab. Dan, dari tujuh pendaki Mapagama,hanya dua
pendaki — Dewi dan Gentur — yang selamat.
2 komentar:
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua,
Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan
Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar 750juta saya sters hamper bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu dengan kyai ronggo, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI RONGGO KUSUMO kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan penarikan uang gaib 3Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 3M yang saya minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada. Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya sering menyarankan untuk menghubungi kyai ronggo kusumo di 082349356043 situsnya www.ronggo-kusumo.blogspot.com agar di berikan arahan. Toh tidak langsung datang ke jawa timur, saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sama baik, jika ingin seperti saya coba hubungi kyai ronggo kusumo pasti akan di bantu
Koreksi bos, yg saya tahu g. Slamet itu terletak di 5 Kabupaten yaitu, Kab. Banyumas (Jalur Baturaden), Kab Purbalingga (Jalur Bambangan), Kab. Pemalang (Jalur Jurangmangu), Kab. Tegal (Jalur Guci), Kab. Brebes (Jalur Kaliwadas) dan puncak G. Slamet atau kawah terletak di teritorial Kab. Pemalang, maturnuwun
Posting Komentar